Ada Sinyal Resesi AS, Harga Nikel Dunia Terpelanting 18,8%

Balikpapan - Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai sinyal resesi Amerika Serikat (AS) bisa berdampak luas pada harga komoditas ekspor Indonesia, terkhusus nikel, yang anjlok 18,8% secara tahunan di tingkat global per 9 Agustus 2024.

Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan permintaan domestik AS yang turun berdampak pada rantai pasok dan memengaruhi negara penyedia bahan baku mineral logam. 

Sebagai gambaran, permintaan mobil listrik atau electric vehicle (EV) yang sedang turun di AS berdampak pada permintaan nikel untuk baterai mobil listrik. Tak pelak, harga bakal turun seiring dengan lemahnya permintaan.

“Hal yang menjadi pertanyaan; tekanan harga ini mau berlanjut sampai kapan? Pemilu AS masih November,” ujar Bhima saat dihubungi, dikutip Senin (12/8/2024).

Harga nikel LME./dok. Bloomberg

Harga nikel di London Metal Exchange (LME) hari ini, Senin (12/8/2024), naik 0,04% menjadi US$16.150/ton pada penutupan perdagangan Jumat (9/8/2024). Namun, angka tersebut makin mendekati mendekati level terendah pada tahun ini, yakni US$15.921/ton pada Februari.

Sekadar catatan, berdasarkan laporan International Energy Agency (IEA) bertajuk Trends in Electric Vehicle Batterieslithium ferro phosphate (LFP) adalah kimia yang paling umum di pasar mobil listrik China, sementara baterai nickel manganese cobalt (NMC) lebih umum di pasar EV Eropa dan Amerika Serikat (AS).

Pangsa baterai LFP dalam penjualan EV di Eropa dan AS tetap di bawah 10%, dengan kimia nikel tinggi masih paling umum di pasar ini.

Menurut Bhima, Pemerintah AS tentu bakal mengambil berbagai kebijakan stimulus untuk menggenjot ekonomi. Namun, waktunya tentu tidak bisa berlangsung dengan cepat dan masih banyak ketidakpastian.

Bhima menilai pasar komoditas harus lebih kreatif, dengan beralih untuk memproduksi ‘nikel hijau’ premium dengan menggeser penggunaan baru bawa menjadi energi baru terbarukan (EBT) pada pabrik pemurnian atau smelter.

Dengan demikian, harga produk olahan nikel menjadi lebih tinggi.

Green premium nickel sedang dicari banyak perusahaan baik untuk stainless steel maupun produk bahan baku baterai EV. Prospek masih ada, tetapi pengusaha dan pemerintah wajib inovatif,” ujarnya.

Produsen nikel terbesar di dunia./dok. Bloomberg

Kalah Bersaing

Dalam kesempatan berbeda, Bhima pernah menyinggung terdapat potensi produk penghiliran atau hilirisasi nikel Indonesia menjadi kalah bersaing bila tidak melakukan pembenahan terhadap praktik pertambangan yang tidak sesuai, atau yang biasa disebut nikel kotor atau dirty nickel.

Bhima menggarisbawahi produsen mobil listrik asal AS, Tesla Inc, sudah menerapkan kebijakan no go zone, di mana produk baru bisa dipertimbangkan untuk masuk dalam rantai pasok ketika pertambangan tidak mengganggu wilayah masyarakat adat.

Bhima juga menggarisbawahi Indonesia tidak menjadi satu-satunya pemain nikel di dunia. Apalagi, nikel bukan menjadi satu-satunya pilihan baterai untuk EV.

“Tidak boleh lagi ada tempat untuk dirty nickel karena itu merusak citra nikel Indonesia. Itu juga jadi salah satu catatan agar kita berbenah. Saya melihatnya bukan kemudian menjadi sunset, tetapi kita akan kalah dalam persaingan,” ujar Bhima dalam agenda SAFE 2024 di Jakarta Pusat, dikutip Jumat (9/8/2024).

(dov/wdh)

 

Sumber : Bloombergtechnoz.com, 12 Agustus 2024