Ekonomi China Masih Lesu, Intip Prospek Emiten Logam

BRI Danareksa memperkirakan laba bersih emiten sektor logam akan terkoreksi akibat lesunya aktivitas industri dan manufaktur di China. 

Analis BRI Danareksa, Timothy Wijaya, menjelaskan bahwa sepanjang kuartal III 2024, mayoritas harga logam dasar telah melemah. Penurunan ini terutama dipengaruhi oleh lesunya aktivitas industri dan manufaktur di China. 

Secara spesifik, harga nikel LME mengalami penurunan sebesar 12% secara kuartalan (QoQ), sedangkan harga nickel pig iron (NPI) meningkat sebesar 3% QoQ. 

"Oleh karena itu, kami mengantisipasi kuartal yang menantang untuk sektor ini, dengan estimasi perubahan pendapatan tumbuh 11%, sedangkan laba bersih turun 21% QoQ," tulisnya dalam riset yang dirilis pada Senin (14/10).

Dengan proyeksi tersebut, BRI Danareksa memperkirakan rata-rata pendapatan emiten sektor logam hingga September 2024 akan tumbuh 23%, meskipun laba bersih diperkirakan turun sebesar 21%.

Dalam analisisnya, Timothy menyoroti kinerja PT Timah Tbk (TINS) yang lebih baik di tengah rata-rata harga timah LME kuartal III 2024 sebesar US$ 31.700 per ton, atau turun 1,9% QoQ. 

Volume penjualan TINS diperkirakan meningkat menjadi 5 kt, tumbuh 5% QoQ, didorong oleh hasil produksi yang lebih baik dan profitabilitas yang lebih kuat akibat berkurangnya biaya tunai dari pengoperasian TSL Ausmelt.

Di sektor nikel, Timothy memperkirakan PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) akan mencatat pendapatan yang solid untuk kuartal III sebesar Rp 1,7 triliun, meskipun mengalami penurunan 5% QoQ. 

Meskipun penurunan ini terjadi, NCKL tetap lebih baik dibandingkan rata-rata sektor yang diperkirakan akan mengalami penurunan laba bersih sebesar 21% QoQ.

BRI Danareksa Sekuritas memproyeksikan pendapatan NCKL hingga September 2024 mencapai Rp 4,5 triliun, yang menunjukkan potensi peningkatan pendapatan. 

"Meskipun harga PLTMH dan sulfat mengalami penurunan masing-masing 7% dan 9% selama kuartal ini, kinerja NCKL diperkirakan tetap kuat berkat peningkatan harga NPI sebesar 3% QoQ dan peningkatan penjualan limonit ke ONC yang dimulai pada Mei hingga Agustus," ujarnya.

Timothy juga mengantisipasi koreksi sementara pada harga NPI menjelang akhir tahun, disebabkan permintaan yang lemah dari sektor baja nirkarat dan peningkatan pasokan bijih domestik. Dia memperkirakan harga acuan NPI akan tetap berada di kisaran US$ 11.500 hingga US$ 12.000 per ton.

"Meskipun demikian, kami mempertahankan peringkat overweight untuk sektor ini," tegasnya.

NCKL tetap menjadi pilihan utama dalam kategori nikel karena kinerja operasional yang kuat dan visibilitas pendapatan yang baik. BRI Danareksa juga menyukai TINS, didukung oleh pengetatan pasokan global akibat penurunan ekspor bijih dari Myanmar ke China.

"Selain itu, kami telah meningkatkan ANTM dalam pecking order kami karena mengantisipasi kontribusi nikel yang lebih kuat di kuartal IV 2024 dari peningkatan rata-rata harga bijih," tutupnya. 

Sumber: investasi.kontan.co.id, 20 Oktober 2024