Upaya Penambang Batu Bara Ubah Citra ‘Kotor’ di Tengah Seruan NZE

Batu Bara dinilai masih akan sulit lepas dari persepsi energi kotor dan tidak berkelanjutan. Akan tetapi, di Indonesia mulai terdapat berbagai upaya untuk menjadikan komoditas ini lebih ‘ramah lingkungan’.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar menilai upaya yang mulai dilakukan di Indonesia adalah dengan makin menerapkan praktik pertambangan yang baik atau good mining practice di sektor batu bara.

“[Selain itu,] menjamin realisasi reklamasi dan pascatambang sebenar-benarnya, serta tidak terlalu eksploitatif,” ujar Bisman kepada Bloomberg Technoz, Senin (17/6/ 2024).

Bisman mengatakan, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara juga bisa menerapkan energi hijau dengan penggunaan teknologi yang memadai, termasuk bisa menggunakan carbon capture storage (CCS) dan carbon capture, utilization, and storage (CCUS).

Laju ekspansi perusahaan batu bara beken seperti PT Adaro Energy Tbk  (ADRO), PT Bayan Resources Tbk (BYAN) dan Geo Energy Resources Ltd (GEOE) belum lama ini dituding menjadi alasan Indonesia terus terhambat dalam mengeksekusi transisi menuju emisi nol bersih atau net zero emission (NZE).

Hal itu sebagaimana termaktub dalam riset dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) bertajuk Indonesia's Coal Companies: Some Diversify, Others Expand Capacity.

Dalam kaitan itu, BYAN dan GEOE tercatat berencana menaikkan kapasitas tambang batu baranya menjadi total 58 juta ton.

Sementara, ADRO juga masih merencanakan pembangunan PLTU berbasis batu bara dengan kapasitas 1,1 megawatt (MW) untuk mendukung smelter aluminiumnya.

Menanggapi tudingan tersebut, ADRO meng-katakan smelter aluminium milik perusahaan di Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) di Kalimantan Utara bakal secara bertahap memanfaatkan energi baru dan terbarukan (EBT), seperti melalui Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Air (PLTA) Mentarang Induk Provinsi di Kalimantan Utara.

Febrianti tidak menampik bahwa smelter aluminium ADRO bakal menggunakan PLTU sebagai sumber energi pada tahap pertama, hal ini dilakukan karena keandalannya.  

Namun, kata Febrianti, smelter aluminium akan memanfaatkan EBT dari PLTA Mentarang Induk, Kalimantan Utara, dengan standar konstruksi modern yang ramah lingkungan pada tahapan proses produksi dan pengembangan selanjutnya.

PLTA Mentarang Induk pun ditargetkan beroperasi secara komersial atau commercial operation date (COD) pada 2030.

“PLTU juga dapat dibangun dengan cepat sehingga ADRO dapat segera mewujudkan komitmennya dalam berpartisipasi pada program hilirisasi mineral pemerintah,” ujar Febrianti kepada Bloomberg Technoz, di-kutip Senin (17/6/2024).

Selain itu, upaya ADRO dalam meningkatkan ketersediaan aluminium diharapkan turut membantu pemerintah dalam mengem-bangkan ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di Indonesia serta berperan dalam mewujudkan industri yang rendah karbon untuk mencapai target NZE Indonesia pada kemudian hari. (dov/wdh)

 

Sumber : bloombergtechnoz.com, 18 Juni 2024