Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan, sektor pertambangan saat ini menjadi salah satu sektor penyumbang emisi cukup besar, mengingat jejak karbon yang signifikan.
Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba), Siti Sumilah Rita Susilawati mengungkapkan, terdapat sejumlah hal yang membuat jejak karbon pada kegiatan tambang hingga saat ini masih menjadi kontributor besar. Beberapa hal yang dimaksud adalah pembukaan lahan, konsumsi energi fosil, serta penggunaan kendaraan operasional tambang yang masih belum ramah lingkungan.
“Kami menyadari bahwa sektor pertambangan, khususnya pada tahapan kegiatan operasional, memang masih memiliki jejak karbon yang signifikan, baik dari aktivitas pembukaan lahan, penggunaan alat berat berbasis bahan bakar fosil, maupun konsumsi energi lainnya,” kata Siti, Selasa (5/8/2025).
Sejalan dengan komitmen Indonesia dalam mencapai net-zero emissions (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat, Kementerian ESDM melalui Ditjen Minerba terus mendorong transformasi sektor ini agar lebih rendah emisi namun tetap berdaya saing.
Dari sisi kebijakan dan arahan strategis, Kementerian ESDM mendukung dan memfasilitasi berbagai inisiatif. Pertama, penerapan cofiring batu bara dengan biomassa pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai salah satu strategi jangka pendek-menengah untuk menurunkan emisi dari sektor ketenagalistrikan.
Kedua, dukungan terhadap pengembangan dan implementasi teknologi Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS), terutama untuk fasilitas industri dengan emisi tinggi, termasuk subsektor pertambangan dan pengolahan mineral. Menurut Siti, teknologi ini dipandang sebagai game-changer dalam strategi dekarbonisasi industri.
Ketiga, upaya revegetasi dan reklamasi pascatambang yang terus diperkuat implementasinya. Selain sebagai kewajiban pemulihan lingkungan, revegetasi juga berperan dalam penyerapan karbon dan pemulihan fungsi ekologis.
Keempat, peningkatan penggunaan energi bersih di lingkungan tambang, antara lain melalui dukungan terhadap pemanfaatan biodiesel seperti B20 atau B30, integrasi panel surya untuk keperluan operasional, serta langkah-langkah efisiensi energi.
Kelima, Ditjen Minerba mendorong percepatan adopsi kendaraan listrik dan alat berat berbasis listrik dalam operasi tambang, sebagai bagian dari pengembangan green and smart mining di Indonesia.
Menurut Siti, keberhasilan implementasi strategi dekarbonisasi di sektor pertambangan sangat bergantung pada kolaborasi aktif antara pemerintah, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan lainnya. “Dalam hal ini, peran investor, penyedia teknologi, dan lembaga riset juga sangat penting dalam mempercepat transisi yang berkelanjutan dan terukur,” pungkasnya. Editor: Prisma Ardianto