Alasan Freeport Bidik Ekspor 1,3 Juta Ton Konsentrat Tahun Ini

DIREKTUR Utama PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas mengungkapkan alasan perseroan optimistis akan mengekspor 1,3 juta ton konsentrat tembaga hingga Desember 2025, meski pemerintah belum memberikan izin hingga saat ini.

Tony menjelaskan perbaikan smelter katoda tembaga Freeport di Manyar, Gresik, Jawa Timur akan dilakukan bertahap untuk meningkatkan produksi. Hal ini akan memengaruhi kapasitas produksi pabrik tersebut, yang berimbas pada kebutuhan untuk bisa tetap mengekspor konsentrat hingga akhir tahun ini.

“Kan Juni baru ramp up dahulu, kan enggak mungkin begitu smelter-nya nyala langsung 100%. Kan bertahap dia 40% dahulu, bulan depannya 50%. Kami sudah pengalaman pada Oktober  [2024] itu langsung 50% [kapasitas] terjadilah kebakaran karena ada malfunction gitu,” kata Tony saat ditemui di Kompleks Parlemen, Rabu (19/2/2025).

Tony menjelaskan hingga saat ini Freeport jauh lebih berhati-hati dalam memulai tahapan produksi smelter tersebut. PTFI menargetkan smelter Manyar dapat kembali berproduksi pada pekan keempat Juni 2025. Kondisi itu akan meningkat secara bertahap mencapai 100% pada Desember 2025.

“Sekarang kita jauh lebih hati-hati lagi itu mulai dengan 40% dulu. Enggak ada smelter itu mulai 100% langsung. Tanya saja sama Amman Mineral, tanya sama smelter lain,” tutur Tony.

Tony juga membantah izin ekspor konsentrat tembaga merupakan dalih bagi larangan ekspor konsentrat yang semestinya berlaku sejak 1 Januari 2025.

Enggak, enggak setahun lagi. Harapan kita adalah kita tetap bisa ekspor sampai akhir tahun totalnya 1,3 juta ton. Akan tetapi, kalau pemerintah kemudian memutuskannya berbeda sama permintaan kita kan boleh-boleh saja,” ucapnya.

Dalam paparannya, Tony menyebut akibat terhentinya produksi di smelter katoda di Jawa Timur, konsentrat tembaga yang dihasilkan Freeport di Papua hanya bisa terserap sebanyak 40% oleh PT Smelting di Gresik.

Sisanya diklaim mangkrak atau idle. Adapun, volume konsentrat tembaga yang mangkrak atau tidak bisa diproses di pabrik PT Smelting mencapai 1,5 juta ton.

“Kalau kita nilai dengan harga yang sekarang ini, itu nilainya bisa lebih dari US$5 miliar. Di mana dari US$5 miliar itu, pendapatan negara berupa bea keluar, royalti, dividen, pajak perseroan badan itu akan bisa mencapai US$4 miliar atau sekitar Rp65 triliun,” ujar Tony di sela rapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (19/2/2025).

Perincian penurunan potensi penerimaan negara tersebut a.l. dividen senilai US$1,7 miliar (Rp28 triliun), pajak US$1,6 miliar (Rp26 triliun), bea keluar US$0,4 miliar (Rp6,5 triliun), dan royalti US$0,3 miliar (Rp4,5 triliun).

Tidak hanya itu, Tony mengelaborasi larangan ekspor konsentrat akan menyebabkan pengurangan pendapatan daerah sebesar Rp5,6 triliun pada 2025.

Perinciannya; Provinsi Papua Tengah berpotensi mengalami penurunan pendapatan Rp1,3 triliun, Kabupaten Mimika Rp2,3 triliun, dan kabupaten lain di Papua Tengah Rp2 triliun.

“Selain itu juga ada potensi berkurangnya alokasi dana kemitraan PTFI untuk program pengembangan masyarakat sebesar US$60 juta atau Rp960 miliar pada 2025,” tegas Tony.

Untuk itu, dia meminta agar keran ekspor konsentrat tembaga Freeport kembali dibuka pada tahun ini. Terlebih, sesuai dengan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PTFI yang berlaku, konsentrat dapat diekspor apabila terjadi keadaan kahar.

Namun, dibutuhkan penyesuaian peraturan menteri ESDM untuk mengatur ekspor karena keadaan kahar tersebut. (mfd/wdh)

Sumber: bloombergtechnoz.com, 19 Februari 2025

Temukan Informasi Terkini

Laba Sepanjang 2024 Naik 46%, Ini Daftar Program Prioritas MIND ID Sepanjang 2025

baca selengkapnya

Selangkah Lagi UKM Dapat Jatah Tambang, Siapa yang Layak?

baca selengkapnya

PT Gag Nikel Masih Belum Beroperasi di Raja Ampat Meski Tidak Dicabut Izinnya

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top