Ambisi Bahlil Ganti Gas LPG dengan DME Batu Bara Mulai 2026

Pemerintah berencana mengganti atau mencampur Liquefied Petroleum Gas (LPG) dengan Dimethyl Ether (DME) salah satunya batu bara mulai 2026.

Proyek ini sejatinya merupakan gagasan lamdi a pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Namun, berakhir mandek usai PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) ditinggal investor utamanya dari Amerika Serikat (AS), Air Products & Chemical Inc.

Proyek ini berakhir pada level MoU karena kebutuhan investasinya yang sangat besar. Saat ini, Indonesia menggunakan LPG sebagai bahan bakar, terutama gas 3 kilogram.

Kini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia kembali menggaungkan proyek gasifikasi batu bara tersebut untuk mengurangi ketergantungan impor LPG.

Bahlil mengatakan bahwa Satuan Tugas (Satgas) Hilirisasi kini telah merampungkan konsep dan pra-feasibility study (pra-FS). Dia percaya diri, melalui percepatan persiapan proyek ini, DME bisa mensubstitusi LPG mulai 2026. Alhasil, mulai tahun depan Indonesia mulai melepaskan diri dari ketergantungan impor LPG.

“Karena kita kan impor LPG, contoh konsumsi LPG kita 8,5 juta ton, kapasitas produksi dalam negeri itu hanya 1,3. Jadi kita impor sekitar 6,5 sampai 7 juta ton,” kata Bahlil kepada wartawan, Jumat (24/10/2025).

Lebih lanjut, Bahlil menyebut langkah ini menjadi strategi substitusi impor dengan memanfaatkan hilirisasi batu bara sebagai bahan baku DME. Terkait teknologi yang akan digunakan dalam proyek tersebut, Bahlil menyebut pemerintah masih mengkaji dua opsi utama.

“Ini mitranya nanti dengan Danantara, teknologinya kan macam-macam ya, teknologi dari China, itu, bisa juga dari Eropa,” tuturnya.

Apa itu DME Batu Bara?

Secara sederhana, DME adalah bahan bakar gas yang dibuat dari batu bara melalui proses gasifikasi. Prosesnya adalah batu bara diubah menjadi gas, lalu diproses lebih lanjut menjadi DME (CH₃OCH₃), sejenis gas yang bisa digunakan sebagai pengganti LPG (gas elpiji) untuk memasak dan kebutuhan energi lainnya.

Dilansir dari laman Kementerian ESDM, DME merupakan memiliki karakteristik fisika-kimia yang cukup mirip LPG yakni dari sisi penanganan, distribusi, hingga infrastrukturnya seperti tabung, penyimpanan, distribusi.

DME memiliki kelebihan salah satunya adalah bisa diproduksi dari berbagai sumber energi, termasuk bahan yang dapat diperbarui seperti biomassa, limbah dan Coal Bed Methane (CBM) atau batu bara. Namun saat ini, batu bara kalori rendah dinilai sebagai bahan baku yang paling ideal untuk pengembangan DME.

Tantangan Penerapan DME 2026

Target ambisius menerapkan DME mulai tahun depan dihadapkan pada sejumlah tantangan. Indonesia Mining Association (IMA) menilai tantangan besar datang dari sisi keekonomian dan kepastian regulasi.

Direktur Eksekutif IMA Hendra Sinadia, mengatakan bahwa hingga saat ini, banyak faktor yang memengaruhi kelayakan ekonomi proyek-proyek hilirisasi batu bara.

“Proyek hilirisasi batu bara masih terkendala aspek keekonomian yang mana banyak faktor yang memengaruhi seperti antara lain teknologi yang mahal, kerja sama dengan offtaker, harga jual produk hilirisasi batu bara, financing, dan lain-lain,” kata Hendra kepada Bisnis, Senin (20/10/2025).

Hendra menambahkan bahwa kepastian regulasi menjadi kunci untuk menarik investasi jangka panjang di sektor tersebut. Selain itu, kepastian dan jaminan regulasi yang stabil juga dinilai penting mendukung investasi jangka panjang.

Meski demikian, dia mengapresiasi langkah pemerintah yang telah memberikan insentif fiskal guna mempercepat hilirisasi batu bara, seperti royalti 0% untuk proyek DME.

“Pemerintah telah menerbitkan beberapa insentif yang perlu diapresiasi. Namun, kembali ke poin pertama, aspek keekonomian itu banyak faktor terkait. Pemerintah tentu telah memahami isu ini,” ujarnya.

Senada, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy Hartono menyampaikan bahwa masalah yang masih menjadi tantangan utama bagi rencana proyek DME adalah besarnya nilai investasi.

Hal ini terlihat dari hasil kajian kelayakan yang sudah dilakukan oleh beberapa perusahaan tambang batu bara, termasuk PTBA. Widhy mengatakan, berdasarkan kajian itu, harga jual produk DME masih lebih tinggi dibandingkan patokan yang ditetapkan pemerintah, bahkan lebih tinggi dari harga LPG impor.

“Hal inilah yang mendasari program hilirisasi batu bara menjadi DME ini seperti masih jalan di tempat,” kata Widhy kepada Bisnis, dikutip Minggu (26/10/2025).

Sementara itu, Ekonom Senior di Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Muhammad Ishak Razak menilai, jika masalah keekonomian masih sukar diselesaikan, sebaiknya pemerintah mengurungkan proyek DME.

Sebagai gantinya, pemerintah sebaiknya mendorong pengembangan gasifikasi lewat jaringan gas (jargas) kota dengan memanfaatkan LNG domestik.

“Subsidi untuk infrastruktur [jargas] memang cukup besar namun bisa mengurangi subsidi dalam jangka panjang termasuk mengurangi kebutuhan devisa untuk mengimpor bahan baku LPG, yang akan semakin membebani anggaran di masa mendatang jika tidak diatasi,” kata Ishak. Editor : Aprianus Doni Tolok

Sumber:

– 28/10/2025

Temukan Informasi Terkini

Berita Harian, Kamis, 30 Oktober 2025

baca selengkapnya

Antam–BRIN Kolaborasi Tingkatkan Efisiensi dan Inovasi di Sektor Pertambangan

baca selengkapnya

AMMN Dapat Jatah Ekspor Konsentrat Tembaga Sekitar 400 Ribu Ton

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top