Dua produsen tembaga Indonesia, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dan PT Freeport Indonesia (PTFI) buka suara soal peluang ekspor produk turunan tembaga mereka, usai Amerika Serikat (AS) memberikan tarif 0% untuk produk yang berasal dari Indonesia. Terkait hal ini, Vice President Corporate Communications Amman Mineral Kartika Octaviana mengatakan, hingga saat ini perseroan belum melakukan ekspor ke AS.
“Produk kami biasanya diekspor ke pasar Asia seperti Korea Selatan, Jepang, India, dan Tiongkok,” ungkapnya kepada Kontan, Sabtu (09/08/2025).
Meski begitu, Kartika mengungkap pihaknya membuka peluang untuk memperluas pasar, termasuk ke Amerika.
“Namun peluang untuk memperluas pasar tentu selalu ada,” tambahnya.
Adapun, PTFI, menurut VP Corporate Communications Freeport Indonesia Katri Krisnati mengatakan saat ini produk tembaga perseroan dipasarkan di pasar domestik Indonesia dan Asia.
“Prioritas utama perusahaan tetap pada pemenuhan kebutuhan industri dalam negeri yang memang masih terbatas,” kata dia.
Sama seperti AMMN, PTFI juga akan turut memperhatikan kebutuhan tembaga global yang besar, dan mempertimbangkan perluasan pasar ke AS.
“Tapi PTFI juga akan memonitor dan mempertimbangkan melakukan pemasaran ke AS,” tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani mengatakan Pemerintah Amerika Serikat (AS) resmi memberikan tarif 0% kepada komoditas tembaga dan turunannya yang berasal dari Indonesia.
Keputusan ini merupakan bagian dari proses negosiasi lanjutan dengan AS, yang bertujuan menurunkan tarif resiprokal untuk sejumlah komoditas strategis Indonesia.
“Kebetulan untuk copper (tembaga) kita 0 persen sudah disetujui. Copper 0 persen, nikel sudah kita mintakan juga,” ujarnya dalam acara Indonesia-Japan Executive Dialogue 2025 di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Sayangnya, menurut Menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar menyebut biaya logistik dan pengiriman komoditas, termasuk untuk tembaga ke AS sangat tinggi, jika dibandingkan ke negara Asia lainnya.
“Tarif 0% ini lumayan untuk memangkas cost ke AS. Namun kalau hanya tarif 0%, memang ekspor ke AS masih belum ekonomis karena memang biaya logistik dan pengiriman yang sangat tinggi,” kata Bisman.
Bisman menambahkan, agar tarif 0% ini bisa efektif dalam meningkatkan dan mendorong perluasan pasar, maka harus disertai dengan penurunan biaya logistik dan pengiriman produk hilir yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Sebagai gambaran, ekspor turunan tembaga Indonesia (bijih dan konsentrat) ke Amerika Serikat memang masih lebih rendah dibandingkan ekspor ke China, Jepang dan beberapa negara asia lainnya.
Melansir data Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang 2024, ekspor tembaga Indonesia ke Amerika Serikat sangat minim, yaitu dengan nilai sekitar US$ 5 juta, yang hanya mencakup kurang dari 1% dari total ekspor tahunan.
Sementara, tujuan utama ekspor tembaga Indonesia masih ke negara China, Jepang, diikuti Korea Selatan, Filipina, dan India.