Harga batu bara terus mengalami penurunan dalam enam hari terakhir. Penurunan ini justru terjadi di tengah kenaikan harga di China, konsumen terbesar batu bara dunia.
Merujuk Refinitiv, harga batu bara pada perdagangan kemarin, Senin (11/8/2025) ditutup di US$ 113,55 per ton atau melemah 0,61%.
Pelemahan ini memperpanjang derita harga batu bara yang ambles 3,3% dalam enam hari beruntun.
Harga batu bara terus melemah meskipun ada kenaikan harga di China.
Dikutip dari sxcoal.com, harga domestik batubara kokas di China stabil dalam rentang seminggu terakhir. Meskipun pasokan mulai menunjukkan pengetatan, sentimen pasar mengarah pada kehati-hatian karena adanya ketegangan antara produsen kokas dan baja.
Sementara itu, harga batubara termal tepian pelabuhan (portside) di China terus menunjukkan tren kenaikan dalam seminggu terakhir. Hal ini didorong oleh arus masuk batubara melalui kereta api yang rendah secara konsisten, serta perkiraan permintaan yang naik kembali di tengah gelombang panas.
Lonjakan harga didorong oleh kenaikan tajam harga batubara kokas, khususnya dari pemasok Australia dan Mongolia. Total persediaan di pabrik baja dan pabrik kokas terus menurun, memperketat pasokan dan mendorong harga lebih tinggi.
Total stok batubara kokas China turun dari kisaran 350 juta ton di awal tahun menjadi kurang dari 300 juta ton pada Juli. Di sisi lain, menurut data BigMint, harga low vol PCI (CNF Jingtang) naik dari sekitar US$ 103/ton pada Juli 2025 menjadi rata-rata US$ 113/ton pada Agustus.
Produksi hot metal – indikator utama permintaan baja – tetap tinggi, secara konsisten melampaui 2,4 juta ton per hari. Kondisi ini membantu mempertahankan permintaan bijih besi, meskipun stok di pelabuhan diperkirakan akan menipis pada akhir Agustus, menimbulkan kekhawatiran kekurangan pasokan jangka pendek.
Selain permintaan, lonjakan harga ini dipicu oleh langkah Administrasi Energi Nasional (NEA) yang meluncurkan audit ketat terhadap tambang batubara di delapan provinsi penghasil utama, termasuk Shanxi, Mongolia Dalam, dan Xinjiang.
Pemeriksaan ini bertujuan mendeteksi produksi berlebih di luar kapasitas resmi yang dilaporkan, dan sudah mulai mengubah perilaku pasar, dengan pengetatan lebih lanjut di tingkat korporasi yang diperkirakan terjadi pada kuartal-kuartal mendatang.
Meskipun tidak ada indikasi kelebihan produksi signifikan di tingkat provinsi, para analis menilai audit ini dapat mengungkap ketidaksesuaian di tingkat grup perusahaan, terutama di mana produksi dari entitas yang “over-perform” mungkin menutupi kinerja entitas yang “under-perform”.
Estimasi pengapalan menunjukkan penurunan kedatangan kapal selama Agustus, meningkatkan kekhawatiran soal ketersediaan jangka pendek. Analis memperingatkan hal ini dapat memberi tekanan tambahan pada harga, terutama jika permintaan baja tetap kuat sepanjang sisa kuartal ketiga.
Dengan permintaan hilir yang bertahan dan hambatan regulasi yang tidak mungkin mereda, pengamat industri memprediksi sisa tahun 2025 akan diwarnai volatilitas harga bahan baku yang meningkat. Strategi pasokan dan manajemen stok akan menjadi kunci bagi pabrik baja untuk bertahan dalam lanskap pasokan yang dipengaruhi kebijakan. CNBC INDONESIA RESEARCH (mae/mae)