PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam mengklaim kebijakan bea keluar emas yang akan diterapkan pemerintah mulai tahun depan tidak berdampak signifikan bagi operasional ANTM, sebab Antam tidak melakukan ekspor emas dan seluruh produksi emas batangan perseroan dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri.
Sekretaris Perusahaan ANTAM Wisnu Danandi Haryanto menjelaskan dengan orientasi domestik tersebut, maka struktur bisnis emas Antam relatif tidak terpengaruh oleh rencana penerapan bea keluar emas.
“Mungkin saat ini dapat kami sampaikan bahwa kebijakan bea keluar ekspor emas yang saat ini sedang disiapkan Pemerintah tidak berdampak signifikan bagi ANTAM,” kata Wisnu ketika dihubungi, dikutip Kamis (20/11/2025).
Wisnu memandang kebijakan bea keluar emas justru berpotensi memperkuat rantai pasok dalam negeri, dengan demikian kebutuhan emas Antam berpotensi terbantu oleh kebijakan tersebut.
Wisnu menegaskan perusahaan terbuka untuk membeli dan menyerap lebih banyak emas hasil produksi dalam negeri dari mitra maupun perusahaan tambang yang ingin memasok ke pasar domestik.
“Fokus ANTAM saat ini dan ke depan tetap pada pemenuhan kebutuhan emas di pasar domestik, seiring meningkatnya permintaan dari masyarakat dan berbagai sektor,” kata Wisnu.
“Langkah ini selaras dengan upaya memperkuat ketahanan emas nasional, meningkatkan nilai tambah di Indonesia, sekaligus memastikan pasokan bagi konsumen tetap terjaga,” lanjut dia.
Sebelumnya, rencana kebijakan bea keluar komoditas emas ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Febrio Kacaribu.
Dalam paparannya, Febrio mengungkapkan rencana pengenaan tarif BK tersebut berdasarkan hasil pembahasan bersama Kementerian/Lembaga (K/L) yakni harga mineral acuan (HMA) emas yang berada di atas US$3.200/troy ounces akan dikenakan tarif sebesar 15%.
Sementara itu, untuk emas yang seharga di bawah US$2.800 – US$3.200/troy ounces, dan di bawah US$2.800 akan dikenakan tarif sebesar 12,5%. Pengenaan dilakukan kepada komoditas dore (batangan emas murni) dalam bentuk bongkah, ingot, batang tuangan, dan bentuk lainnya.
Kata Febrio, pemerintah lewat Kementerian Keuangan mengestimasikan setidaknya akan menerima tambahan penerimaan negara minimal antara Rp1,5 triliun hingga Rp2 triliun per tahun dalam rencana penerapan tersebut.
Sementara kebijakan ini dikabarkan akan mulai berlaku pada 2026 mendatang akan tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan segera diundangkan pada November 2026.
“Kalau kita lihat, paling bawah itu kayaknya minimal Rp1,5 triliun sampai Rp2 triliun dapat sih setahunnya, tapi ingat, yang kita kenakan itu hanya hulu. Yang hilirnya, seperti perhiasan itu nggak kena,” jelas dia di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (17/11/2025).
Hanya saja, Febrio menggarisbawahi estimasi dana segar yang akan diperoleh pemerintah tersebut sangat bergantung terhadap fluktuasi harga emas global. Rencananya, pengenaan tarif baru tersebut juga akan mengacu pada harga mineral acuan (HMA) yang nantinya akan ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Sebagai catatan, pasokan emas domestik belum mencukupi kebutuhan nasional, sehingga Antam masih terus mengimpor sekitar 30 ton emas per tahun dari Singapura dan Australia.
Di lain sisi, kemampuan produksi emas Antam sendiri terbatas; hanya sekitar 1 ton per tahun dari tambang Pongkor. (azr/spt)
