ASOSIASI Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengeklaim wacana pemangkasan produksi bijih nikel tahun ini berpotensi mengerek harga komoditas tersebut menjadi US$20.000/ton. Hal itu akan terjadi jika kuota produksi bijih nikel dari 240 juta ton pada 2024 menjadi 150 juta ton pada 2025.
Nikel hari ini diperdagangkan di US$16.078/ton di London Metal Exchange (LME), turun 0,15% secara harian.
“Kemarin kita ada isu pemangkasan produksi sampai 150 juta [ton]. Baru dikasih isu saja, dari Macquarie London sudah memberikan statement jika RKAB dipangkas sampai 150 juta ton, harga nikel akan menyentuh US$20.000/ton lagi, hari ini [masih sekitar] US$15.000/ton,” kata Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey dalam rapat bersama Baleg DPR RI, Rabu (22/1/2025).
Meidy menjelaskan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) pertambangan nikel yang disetujui untuk 2025 sebesar 298,49 juta ton. Di sisi lain, produksi bijih nikel Indonesia saat ini telah menyumbang 63% dari total produksi global. Kondisi tersebut membuat nikel dunia kelebihan pasokan atau oversupply.
Harga nikel sentuh rekor terendah dalam 4 tahun pekan ini./dok. Bloomberg
Dalam kaitan itu, oversupply timbul dari persetujuan RKAB yang cukup besar, sehingga harga nikel global menurun sejak awal 2024. Periode 2024—2026, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyetujui sebanyak 292 permohonan RKAB pertambangan nikel, tetapi hanya 207 di antaranya yang diizinkan berproduksi.
Sebelumnya Meidy menyebut pemangkasan kuota produksi kemungkinan hanya akan diberlakukan terhadap perusahaan nikel baru yang belum mendapatkan persetujuan RKAB pertambangan.
“Pemangkasan itu mungkin untuk perusahaan-perusahaan yang baru, baru mengajukan [RKAB] yang belum dapat persetujuan [pemerintah]. [Perusahaan] yang baru mengajukan, nah mungkin itu bisa di-review kembali. Masih banyak kok perusahaan-perusahaan yang belum persetujuan,” kata Meidy Katrin Lengkey saat dihubungi, Selasa (21/1/2025).
Meidy menjelaskan perusahaan eksisting telah mendapatkan persetujuan RKAB sejak tahun lalu dan telah diteken dengan aturan yang berlaku. RKAB tersebut berlaku selama tiga tahun. Artinya, seluruh perusahaan yang telah mengajukan RKAB sejak 2024, maka pengajuannya telah disetujui hingga 2026.
“Misalnya gini loh, perusahaan saya dapat RKAB 10 juta ton [nikel]. Sudah di-approve, sudah ada persetujuannya. Terus tiba-tiba pemerintah bilang, [Ditjen] Minerba [Kementerian ESDM] bilang, ‘Eh RKAB mau saya tarik lagi diturunin jadi 1 juta’, ngamuk enggak perusahaan?,” ungkap Meidy.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia baru-baru ini menegaskan pemerintah belum memiliki rencana untuk memangkas produksi bijih nikel tahun ini.
Kementerian ESDM hanya ingin menjaga keseimbangan antara permintaan perusahaan terhadap RKAB dan kapasitas industri. Di sisi lain, kepentingan pengusaha nikel lokal tetap menjadi perhatian.
“Membuat RKAB itu kan berdasarkan kebutuhan, ya. Pemangkasan belum ada,” tegasnya saat ditemui di kantornya, Jumat (17/1/2025).
Harga nikel sepanjang tahun lalu menyentuh rekor terendah dalam empat tahun terakhir setelah sebelumnya diproyeksikan mencapai US$18.000/ton, turun dari perkiraan sebelumnya di level US$20.000/ton, menurut lengan riset dari Fitch Solutions Company, BMI.
Gejala ambruknya harga nikel sudah terdeteksi sejak 2023. Rerata harga saat itu berada di angka US$21.688/ton atau terpelanting 15,3% dari tahun sebelumnya US$25.618/ton. Kemerosotan itu dipicu oleh pasar yang terlalu jenuh ditambah dengan lesunya permintaan. (wdh)
Sumber: bloombergtechnoz.com, 22 Januari 2025