Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) merilis Indonesia Nickel Price Index (INPI) per 22 September 2025, dengan mencatat stabilitas harga sebagian besar produk nikel, kecuali mixed hydroxide precipitate (MHP) yang turun signifikan sebesar US$7 per metrik ton.
Berdasarkan data pasar yang dirujuk dari Shanghai Metals Market (SMM), harga bijih nikel kadar 1,2% (CIF) tercatat stabil di kisaran US$22–24/mt, dengan rata-rata US$23/mt. Begitu pula harga bijih nikel kadar 1,6% (CIF) berada di rentang US$50,5–53,8/mt, rata-rata US$52,15/mt, tanpa perubahan dari hari sebelumnya.
Sementara itu, harga nickel pig iron (FOB) turun tipis sebesar US$0,01/mt menjadi US$117,47/mt, dan harga high-grade nickel matte (FOB) tetap stabil di angka US$13.407/mt.
Namun, harga MHP, salah satu bahan baku penting untuk industri baterai kendaraan listrik, turun menjadi US$13.145/mt dari sebelumnya US$13.152/mt.
Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey, mengatakan, rilis harga ini penting untuk memberikan acuan yang transparan dan terkini bagi pelaku industri nikel nasional.
“Stabilnya harga bijih nikel menunjukkan kondisi pasar yang sehat, namun penurunan harga MHP perlu dicermati, khususnya bagi sektor hilir,” ujarnya.
Harga ini berlaku untuk pasar per Senin, 22 September 2025, dan mencerminkan basis perdagangan CIF dan FOB di kawasan Asia, termasuk Indonesia.
Penurunan harga MHP dapat menjadi sinyal melemahnya permintaan global terhadap bahan baku baterai, di tengah ekspansi industri kendaraan listrik yang sedang berlangsung di Indonesia.
Sebagai salah satu produsen nikel terbesar di dunia, Indonesia terus mendorong hilirisasi tambang dan transformasi industri melalui kebijakan nilai tambah. Rilis harga nikel domestik oleh APNI ini diharapkan menjadi referensi utama dalam pengambilan keputusan bisnis dan investasi di sektor pertambangan nikel. (Shiddiq)