Pemerintah Amerika Serikat (AS) resmi memberikan tarif 0% kepada komoditas tembaga dan turunannya dari Indonesia.
Melansir Kompas.com, Kamis (07/08) hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani. Ia mengatakan, keputusan ini merupakan bagian dari proses negosiasi lanjutan dengan AS, yang bertujuan menurunkan tarif resiprokal untuk sejumlah komoditas strategis Indonesia.
“Kebetulan untuk copper (tembaga) kita 0 persen sudah disetujui. Copper 0 persen, nikel sudah kita mintakan juga,” ujarnya dalam acara Indonesia-Japan Executive Dialogue 2025 di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Tak hanya tembaga, Rosan bilang saat ini pemerintah masih mengupayakan penurunan tarif untuk komoditas mineral lain, seperti nikel.
Terkait tarif 0% untuk tembaga ini, Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi)Â mengatakan memang terdapat peluang bagi Indonesia untuk menambah pasar ekspor turunan tembaga ke AS.
Namun, target ekspor ini tentu tidak mudah. Menurut Ketua Umum Perhapi, Sudirman Widhy, terdapat dua rintangan yang perlu dipertimbangkan Indonesia, sebelum memasuki pasar AS.
“Pertama, secara umum faktor penentu apakah produk tembaga kita dapat bersaing dengan produk tembaga dari negara-negara lain yang selama ini memang menjadi supplier tradisionalnya AS seperti Chile,” ungkap Sudirman kepada Kontan, Kamis (07/08).
Yang kedua, ungkap Sudirman adalah biaya logistik atau transportasi komoditas turunan tembaga Indonesia ke negeri Paman Sam tersebut.
“Kedua, adalah seberapa besar biaya operasional tembaga kita termasuk biaya transportasi atau pengapalan ke AS,” tambahnya.
Untuk diketahui, selama ini produk hasil pertambangan tembaga dari Indonesia lebih banyak dipasarkan di negara-negara Asia seperti Jepang dan China, dan sangat sedikit yang dipasarkan ke AS.
“Ini mengingat biaya transportasi atau pengapalan ke AS cukup besar karena jaraknya yang relatih jauh,” katanya.
Sementara supplier produk tembaga ke pasar AS selama ini dipasok oleh negara-negara penghasil produk tembaga dari wilayah benua Amerika seperti Chile yang memasok hampir 50% kebutuhan tembaga di AS, disusul oleh negara lain seperti Peru, Meksiko dan Kanada.
Hal senada juga diungkap oleh Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia.
“Setahu saya ekspor (produk tembaga) ke AS biaya transportasinya pasti lebih mahal. Saat ini, ekspor tembaga kita ke sana kecil sekali,” ungkap Hendra saat dihubungi, Kamis (07/08).
Asal tahu saja, produk mineral Indonesia menjadi salah satu incaran AS. Ini terbukti dari pernyataan AS dalam Joint Statement terkait Framework for U.S.-Indonesia Trade and Investment Arrangement yang dirilis Gedung Putih, disebutkan bahwa Indonesia akan mencabut pembatasan ekspor mineral kritis.
Adapun, terkait tembaga, Presiden Trump pada awal Juli lalu tadinya akan memberlakukan tarif sebesar 50% atas impor tembaga. Namun hal ini ternyata tidak berlaku pada produk tembaga yang berasal dari Indonesia.
Menurut Trump, kenaikan 50% dibidik sebagai langkah agar dapat mendorong produksi tembaga dalam negeri, yang merupakan logam penting bagi kendaraan listrik, perangkat militer, jaringan listrik, hingga berbagai barang konsumsi.