Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa kementeriannya akan membahas solusi terkait kendala pasokan bahan baku emas untuk PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam.
Pembahasan itu menyusul Antam yang masih mengandalkan impor sebesar 30 ton emas per tahun untuk memenuhi kebutuhan produksi logam mulia.
Bahlil mengatakan, pihaknya tengah membahas kebijakan yang ideal agar kebutuhan bahan baku emas untuk Antam bisa terpenuhi. Oleh karena itu, dia belum bisa membocorkan secara detail kebijakan seperti apa yang bakal diterapkan.
“Ke depan kita lagi membahas, meng-exercise dengan dirjen minerba, langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk kemudian bisa mengoptimalkan kebutuhan daripada Antam terhadap emas itu sendiri,” ucap Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (14/10/2025).
Bahlil juga menuturkan, saat ini Antam sudah memiliki kerja sama jual beli emas dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) sekitar 25 ton sampai 30 ton emas per tahun. Namun, dengan adanya beberapa permasalahan yang dialami smelter Freeport, pasokan emas tersebut belum optimal.
Selain itu, PT Amman Mineral Internasional (AMMN) juga dapat menghasilkan 18 hingga 20 ton emas untuk Antam. Kendati demikian, pasokan dari dua perusahaan itu masih belum optimal karena satu dan lain hal.
Khusus PTFI, saat ini, Bahlil juga masih melakukan evaluasi terhadap kejadian longsor di tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) yang menyebabkan produksi tembaga dan emas Freeport terganggu.
“Sekarang ini kita lagi melakukan evaluasi total. Jadi produksi terhadap konsentrat di Freeport itu belum dilakukan secara maksimal. Maka dengan demikian pasti mengalami kekurangan pasokan,” jelas Bahlil.
Terpisah, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno menuturkan, pihaknya akan mengkaji penerapan skema domestic market obligation (DMO) untuk komoditas emas.
Dia mengatakan, pihaknya harus melihat lebih jauh sebelum menerapkan DMO untuk emas. Terlebih, Antam sudah memiliki kerja sama jual beli emas dengan PTFI.
“Cuma kalau seandainya ada DMO, nanti kalau sana [smelter Freeport]-nya beroperasi seperti apa? Jangan sampai malah numpuk,” ujar Tri ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Senin (13/10/2025).
Di sisi lain, Tri juga akan meninjau dari sisi perpajakan ekspor-impor emas, serta menimbang opsi mana yang lebih menguntungkan.
“Itu juga sedang kita ini [kaji], saya belum tahu komposisinya seperti apa antara beli di dalam negeri sama impor,” katanya.
Kendati demikian, Tri menegaskan bahwa pemerintah tetap mendukung Antam untuk terus meningkatkan produksi.
“Secara umum Antam kita support,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Antam Achmad Ardianto mengungkapkan bahwa Perseroan masih mengimpor 30 ton emas per tahun dari Singapura dan Australia untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
Impor emas tak terhindarkan lantaran produksi Perseroan belum mencukupi. Achmad menyebut, saat ini emas yang diproduksi atau ditambang oleh Antam hanya mencapai 1 ton per tahun.
Sementara itu, kebutuhan emas di dalam negeri tahun ini diperkirakan mencapai 45 ton. Angka ini lebih tinggi dibanding realisasi penjualan emas Antam pada 2024 yang sebesar 37 ton.
Di sisi lain, banyak perusahaan tambang yang memilih ekspor atau menjual emas ke perusahaan perhiasan alih-alih ke Antam, meski mereka melakukan proses pemurnian di Antam. Padahal, potensi produksi emas di Indonesia sebenarnya dapat mencapai 90 ton per tahun.
“Mungkin 30-an ton [impor], padahal produksi dalam negeri kita 90 ton. [Perusahaan tambang emas] ada yang sebagian dijual ke perusahaan perhiasan dan ada juga yang diekspor,” tutur Achmad dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Senin (29/9/2025).
Hal itu disebabkan tidak adanya aturan yang mewajibkan perusahaan tambang emas untuk menjual hasil produksinya ke Antam dan skema business-to-business (B2B) yang kurang menguntungkan.
“Karena sifatnya seperti itu tentu saja terjadi tawar-menawar, ada elemen pajak juga. Misalnya, mereka menjual emas ke Antam minta peraknya dibeli sekalian karena sulit bagi mereka untuk menjual peraknya saja kalau emas sudah diambil Antam. Dengan bundling itu ada pajak yang muncul, PPN 13%. Itu berat bagi mereka dan Antam tentunya,” jelas Achmad. Editor : Denis Riantiza Meilanova