Bahlil Tetapkan Denda Tambang di Hutan, Capai Rp6,5 Miliar per Ha

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia resmi menetapkan tarif denda administratif untuk kegiatan tambang ilegal mineral dan batu bara di kawasan hutan.

Aturan itu tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor: 391.K/MB.01.MEM.B/2025 Tentang Tarif Denda Administratif Pelanggaran Kegiatan Usaha Pertambangan di Kawasan Hutan untuk Komoditas Nikel, Bauksit, Timah dan Batu Bara.

Keputusan itu mulai berlaku sejak ditetapkan pada 1 Desember 2025.

Lewat beleid itu, Bahlil menetapkan, denda penambangan nikel ilegal di kawasan hutan sebesar Rp6,5 miliar per hektare.

Sementara itu, untuk tambang bauksit dan timah masing-masing sebesar Rp1,76 miliar per hektare dan Rp1,25 miliar per hektare.

Di sisi lain, denda untuk tambang batu bara ilegal di kawasan hutan ditetapkan sebesar Rp354 juta per hektare.

“Perhitungan penetapan denda administratif atas kegiatan pertambangan di kawasan hutan ini didasarkan hasil kesepakatan Rapat Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan untuk kegiatan usaha pertambangan,” tulis Bahlil seperti dikutip dari salinan Keputusan Menteri tersebut, Selasa (9/12/2025).

Besaran tarif itu sesuai dengan Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Selaku Ketua Pelaksana Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan Nomor B-2992/Set-PKH/11/2025 tanggal 24 November 2025.

Adapun, penagihan denda itu bakal dilakukan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan. Nantinya, denda itu akan masuk sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor energi dan sumber daya mineral.

“Penetapan denda administratif atas kegiatan usaha pertambangan di kawasan hutan ini berlaku pada penindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan,” seperti dikutip dari Kepmen.

Himpun Rp38 Triliun

Sebelumnya, Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan mengenakan denda Rp38,9 triliun ke 71 perusahaan sawit dan tambang yang melanggar penggunaan kawasan hutan per 8 Desember 2025.

Ketua Tim Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan angka itu terdiri dari denda administratif sebesar Rp9,42 triliun kepada 49  perusahaan sawit dan Rp29,2 triliun kepada 22 perusahaan tambang.

“Kalau untuk sawit sudah ditentukan [denda] Rp25 juta per hektare per tahun. Sehingga ketemu angka ini,” kata Barita dalam konferensi pers, Senin (8/12/2025).

Satgas telah menagih denda kepada 49 perusahaan sawit. Dari angka tersebut, 33 hadir; 13 menunggu jadwal tagih; dan 3 belum hadir.

Perusahaan yang belum hadir adalah Berkat Sawit Sejati dengan denda Rp605,98 miliar; Supra Matra Abadi senilai Rp620,42 miliar; dan Tapian Nadenggan senilai Rp375,52 miliar.

Dari 33 perusahaan yang sudah hadir, 15 sudah bayar senilai Rp1,7 triliun; 5 siap bayar; dan 13 keberatan.

Dengan demikian, denda administratif yang sudah masuk escrow sawit adalah Rp1,7 triliun dan sudah menyatakan kesanggupan senilai Rp83,38 miliar.

Penagihan lainnya menyasar pada 22 perusahaan tambang. Adapun, 13 perusahaan hadir; satu perusahaan sudah membayar Rp500 miliar dari Rp2,09 triliun; tiga menerima dan siap bayar; delapan meminta waktu dan satu keberatan. Perusahaan yang keberatan adalah Weda Bay Nickel.

“Untuk korporasi yang mengajukan keberatan ini, Satgas memberikan ruang untuk dialog,” kata dia.

Dengan demikian, denda administratif yang sudah masuk adalah Rp500 miliar dan perusahaan yang sudah menyatakan sanggup bayar adalah Rp1,64 triliun dan Rp1,59 triliun. Sehingga, totalnya adalah Rp3,73 triliun. (naw)

Sumber:

– 09/12/2025

Temukan Informasi Terkini

Divestasi 12% Saham Freeport untuk Indonesia Masuk Finalisasi

baca selengkapnya

Berada di Fase Ekspansif, Simak Prospek Petrosea (PTRO)

baca selengkapnya

Amankan Fasilitas Kredit USD350 Juta, MGR Targetkan Produksi Emas Perdana Awal 2026

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top