PT Freeport Indonesia (PTFI) berisiko mengalami kelebihan pasokan (oversupply) konsentrat tembaga setelah izin ekspornya berakhir pertengahan bulan depan, sementara smelter katodanya di Manyar, Gresik, Jawa Timur masih belum bisa beroperasi dan berproduksi dalam kapasitas penuh.
Dalam kaitan itu, analis komoditas dan Presiden Komisaris HFX International Berjangka Sutopo Widodo berpendapat, ketika smelter katoda Freeport belum beroperasi penuh, perusahaan perlu mencari cara mengolah konsentrat yang tak lagi bisa diekspor.
Jika kapasitas smelter di dalam negeri belum mencukupi untuk mengolah konsentrat tembaga Freeport, lanjutnya, perseroan pun rawan menghadapi tantangan dalam penyerapan produksi.
“Ada kemungkinan selama masa transisi ini, PTFI harus mencari cara untuk menampung atau mengolah konsentrat yang tidak bisa diekspor,” kata Sutopo ketika dihubungi, Kamis (21/8/2025).
Pengaruhi Global
Tidak hanya itu, Sutopo menyebut penghentian ekspor konsentrat Freeport diprediksi memengaruhi pasar tembaga global. Hilangnya pasokan konsentrat tembaga dari PTFI akan memicu kelangkaan (shortage), terutama di negara yang industri smelter-nya mengandalkan pasokan konsentrat dari Indonesia seperti di China.
Dengan begitu, negara pengimpor konsentrat tembaga Indonesia perlu mencari sumber pasokan alternatif, yang pada akhirnya dapat menyebabkan perubahan pola perdagangan tembaga global.
“Berakhirnya izin ekspor konsentrat tembaga ini akan memiliki beberapa dampak signifikan, baik bagi PTFI maupun pasar global,” terang Sutopo.
Sekadar catatan, realisasi ekspor konsentrat tembaga Freeport hingga pertengahan Agustus 2025 baru mencapai sekitar 65% dari kuota izin ekspor sebesar 1,4 juta ton basah atau wet metric ton (wmt). Sementara itu, smelter katoda di Manyar saat ini baru mencapai sekitar 60% dari kapasitas produksi maksimum.
Izin ekspor konsentrat tembaga Freeport diberikan selama enam bulan yakni sejak 17 Maret 2025 hingga 16 September 2025, atau tersisa kurang dari satu bulan lagi.
“Hingga pertengahan Agustus 2025, realisasi ekspor sudah mencapai sekitar 65% dari kuota izin ekspor,” kata Vice President (VP) Corporate Communications PT Freeport Indonesia Katri Krisnati kepada Bloomberg Technoz, Rabu (20/8/2025).
Sekadar catatan, Freeport diizinkan untuk melanjutkan ekspor konsentrat tembaga pada 2025, setelah perseroan menghadapi keadaan kahar akibat smelter katodanya di Manyar, Gresik, Jawa Timur terbakar pada 14 Oktober 2024.
Dalam kaitan itu, Katri memastikan smelter katoda milik Freeport telah beroperasi kembali sejak akhir Mei 2025. Dia mengklaim fasilitas tersebut telah menghasilkan katoda tembaga pada pekan ketiga Juli 2025.
“Saat ini rata-rata ramp up di tingkat 60%,” tegas dia.
Katri juga memastikan korporasi menjual bijih tembaga sesuai dengan harga yang berlaku di praktik internasional.
Hal tersebut sekaligus merespons kabar terdapat ekspor konsentrat tembaga yang lebih besar dengan harga di bawah pasaran menuju China yang dilakukan Freeport.
“Terkait dengan harga, baik penjualan di dalam dan luar negeri, semua transaksi merujuk pada praktik internasional,” tegas Katri.
Untuk diketahui, volume ekspor yang didapatkan Freeport, dalam satuan dry metric ton (dmt), sesuai dengan pengajuan kuota yang dilayangkan perseroan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) usai persetujuan revisi rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB).
Atas kebijakan perpanjangan ekspor tersebut, Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM No. 6/2025 tentang Perubahan atas Permen ESDM No. 6/2024 tentang Penyelesaian Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral di Dalam Negeri. (azr/wdh)