Batubara Mulai Ditinggalkan, Distribusi Tak Lagi Bisa Optimal

KOMODITAS batubara meninggalkan masa kejayaannya dengan harga yang cenderung turun dalam tiga tahun terakhir. Pasalnya, ketersediaan stok yang melimpah berpotensi tak bisa disalurkan dengan optimal akibat penurunan permintaan.

Menurut Trading Economics, harga batubara berjangka Newcastle menyentuh rekor tertingginya sepanjang masa pada 2022 lalu, yakni di level US$ 435 per ton. Namun sepeninggal tahun itu, harganya cenderung turun dan kini terperosok ke level US$ 100,40 per ton pada Selasa (27/5).

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo menilai, tak bakal ada pemulihan signifikan untuk harga batubara berjangka. Tren global saat ini mengarah pada pengurangan penggunaan batubara, tetapi negara-negara penambang tetap saja meningkatkan produksinya.

“Di masa depan, distribusi batu bara secara “optimal” seperti yang kita pahami saat ini tidak akan terjadi,” kata Sutopo kepada Kontan, Selasa (27/5). 

Sutopo menilai, negara-negara produsen utama seperti China, Indonesia dan India terus meningkatkan produksinya karena berbagai alasan kuat.

Di antaranya soal keamanan dan kemandirian energi, yakni untuk mengurangi ketergantungan impor; motivasi ekonomi dan fiskal, dengan ekspektasi menjaga pendapatan dan mencegah penutupan tambang; serta pertimbangan investasi infrastruktur.

Namun, produksi yang besar tak sejalan dengan permintaan. Sutopo bilang stok China dan India bakal lebih banyak digunakan oleh domestik dan ekspor terbatas ke negara-negara Asia Tenggara yang masih membangun pembangkit listrik tenaga batubara.

Kebutuhan baja global bisa saja menjadi katalis positif, tetapi Sutopo juga memperingati bahwa mayoritas negara maju akan mengurangi penggunaan batubara secara drastis. “Menjadikan kelebihan stok batubara sebagai beban, bukan aset,” pungkasnya.

Untuk jangka pendek, harga batubara berjangka diprediksi relatif sideways di levelnya saat ini. Potensi penguatan bisa datang dari dinamika permintaan-penawaran yang seimbang dan faktor musiman. Namun, tetap dibatasi oleh tren dekarbonisasi jangka panjang dan kekhawatiran tentang kelebihan pasokan. 

“Volatilitas akan tetap menjadi ciri khas, tetapi pasar tak melihat penguatan berkelanjutan yang besar,” pungkasnya.

Sumber: https://investasi.kontan.co.id, 27 Mei 2025

Temukan Informasi Terkini

Laba Bersih Anjlok 32%, Kinerja Vale Tertekan Harga Nikel

baca selengkapnya

Laba Sepanjang 2024 Naik 46%, Ini Daftar Program Prioritas MIND ID Sepanjang 2025

baca selengkapnya

Selangkah Lagi UKM Dapat Jatah Tambang, Siapa yang Layak?

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top