PT Aneka Pertambangan (Persero) Tbk atau Antam mengaku tak bisa menjual bauksit dan feronikel lantaran aturan terkait harga patokan mineral (HPM) dalam transaksi penjualan mineral logam.
Adapun, aturan yang dimaksud adalah Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 268.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan untuk Penjualan Komoditas Mineral Logam dan Batu Bara, yang diteken pada 8 Agustus 2025. Beleid ini mencabut Kepmen ESDM Nomor 72.K/MB.01/MEM.B/2025.
Direktur Utama Antam Achmad Ardianto menjelaskan, dalam Kepmen ESDM Nomor 72.K/MB.01/MEM.B/2025, penjualan bauksit dan feronikel harus mengacu pada HPM. Hal ini membuat penjualan mineral itu tak laku di pasar. Pasalnya, HPM umumnya lebih tinggi dibanding harga pasar.
Oleh karena itu, Kementerian ESDM merevisi aturan itu dengan menerbitkan Kepmen ESDM Nomor 268.K/MB.01/MEM.B/2025. Dalam beleid ini, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), Kontrak Karya (KK), dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dapat menjual mineral logam di bawah HPM berdasarkan kontrak jual beli yang disepakati dengan pembeli.
Akan tetapi, pengusaha tetap wajib membayar pajak dan royalti dengan perhitungan mengacu HPM dan HPB. Namun, masih terjadi perbedaan pendapat dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait aturan tersebut.
Achmad mengatakan, Kejagung berpegang teguh bahwa penjualan mineral logam termasuk bauksit dan feronikel harus tetap mengacu pada HPM. Oleh karena itu, pihaknya kini tengah menjalin komunikasi dengan Kejagung untuk meluruskan persepsi.
“Saat ini kami sudah berkomunikasi dengan pihak Kejaksaan Agung, dalam hal ini Jamintel dan Jamdatun. Kemudian. juga sudah berkomunikasi dengan BPKP [Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan] dan BPK [Badan Pemeriksa Keuangan]. Mudah-mudahan kita bisa mendapatkan solusi yang terbaik,” ucap Achmad dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Senin (29/9/2025).
Achmad menuturkan, imbas perbedaan pandangan itu saat ini pihaknya tak bisa menambang bauksit. Sebab, stockpile dari komoditas itu menumpuk lantaran tak laku.
Buntutnya, Antam hanya bisa menjual bauksit kepada PT Borneo Alumina Indonesia (PT BAI), perusahaan kolaborasi PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan Antam.
Hal yang sama juga terjadi pada feronikel. Achmad menyebut, stok milik perusahaan hampir penuh karena tak terjual. Kini, pihaknya hanya bisa menjual feronikel kepada perusahaan yang kontraknya sudah berjalan, dalam hal ini perusahaan baja asal Korea Selatan, yakni POSCO.
“Dengan perusahaan-perusahaan lain kami tidak bisa jual di harga HPM. Karena pemahaman terhadap Kepmen. Karena pihak APH [aparat penegak hukum] ternyata mempunyai pandangan bahwa statement di situ belum cukup jelas, [padahal Kepmen] mengatakan bahwa dibolehkan menjual di bawah HPM,” tutur Achmad.
Dia menambahkan bahwa jika perbedaan pandangan terkait penerapan HPM untuk jual beli mineral logam terus berlanjut, maka pihaknya kesulitan dalam ekspor. Padahal, penjualan logam berdampak pada penerimaan negara.
“Nanti dampaknya kepada dividen dan juga kepada pajak,” katanya. Editor : Denis Riantiza Meilanova