TEKA-TEKI seputar rencana pemangkasan produksi bijih nikel Indonesia pada 2025 terjawab sudah. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengonfirmasi produksi bijih nikel dibidik sebanyak 220 juta ton sepanjang tahun ini, atau lebih rendah dari target yang dicanangkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 240 juta ton.
“Sudah ada, sekitar 220 juta ton, sekitar segitu [targetnya],” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bata Kementerian ESDM Ing Tri Winarno saat dimintai konfirmasi, Senin (3/2/2035).
Tri menggarisbawahi target produksi yang ditetapkan oleh pemerintah ini berbeda dengan target yang telah berada di kuota rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB).
Kuota RKAB, kata dia, pasti lebih besar target yang ditetapkan oleh otoritas pertambangan negara. Pasalnya, RKAB terkadang kerap meleset lantaran adanya kendala sengketa lahan perusahaan.
“Jadi bedakan antara RKAB dengan target produksi. Karena, biasalah, terjadi dispute, misal sekarang sudah mengajukan RKAB, tetapi lahannya enggak bisa dibebaskan,” ujar Tri, seraya memastikan pemerintah kini akan tetap mengevaluasi RKAB yang telah disetujui periode 2024-2026.
Sekadar catatan, pemerintah pada Agustus 2024 resmi menetapkan RKAB nikel sebanyak 240 juta ton bijih pada 2024.
Selain itu, periode 2024-2026, Kementerian ESDM juga telah menyetujui sebanyak 292 permohonan RKAB pertambangan nikel, tetapi hanya 207 di antaranya yang diizinkan berproduksi.
Sementara itu, narasumber Bloomberg sebelumnya menyebut bahwa jumlah bijih nikel yang diizinkan untuk ditambang sepanjang tahun ini hanya akan sebanyak 150 juta ton.
Menanggapai hal tersebut, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga memastikan Kementerian ESDM hanya ingin menjaga keseimbangan antara permintaan perusahaan terhadap RKAB dan kapasitas industri. Di sisi lain, kepentingan pengusaha nikel lokal tetap menjadi perhatian.
“Membuat RKAB itu kan berdasarkan kebutuhan, ya. Pemangkasan belum ada,” tegasnya saat ditemui di kantornya, Jumat (17/1/2025).
Dia lantas mencontohkan ketika perusahaan nikel mengajukan RKAB sebesar 20 juta ton untuk memenuhi kebutuhan pabriknya, Kementerian ESDM hanya akan memberi kuota sebesar 60% dari pengajuan tersebut. Sementara itu, sisanya atau 40% harus mengambil dari pengusaha lokal. (ibn/wdh)
Sumber: bloombergtechnoz.com, 3 Februari 2025