Biaya Produksi Naik, Batu Bara DMO Diminta Sesuaikan Harga Pasar

Pakar industri tambang menilai harga batu bara khusus program mandatori pasok dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) harus disesuaikan mendekati harga pasar.

Apalagi, biaya produksi pertambangan batu bara terus mengalami kenaikan sementara harga batu bara DMO tidak berubah sejak 2018.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy Hartono berpendapat wacana memperlebar porsi DMO dan pemangkasan produksi batu bara pada  2026 perlu diikuti dengan langkah revisi harga batu bara domestic price obligation (DPO).

Dia menjelaskan, sejak harga DPO sebesar US$70/ton untuk sektor kelistrikan dan US$90/ton untuk industri semen serta pupuk ditetapkan pada 2018, sudah terdapat berbagai peningkatan biaya operasional terutama akibat kenaikan stripping ratio, kewajiban penggunaan biodiesel B40 di sektor pertambangan, serta lonjakan biaya logistik dan operasional lainnya.

“Jadi sebaiknya pemerintah juga harus melakukan evaluasi secara komprehensif dengan melihat semua faktor agar jangan sampai kebijakan memperbesar porsi DMO tanpa mengevaluasi harga malah akan mematikan sektor tambang batu bara itu sendiri,” kata Sudirman ketika dihubungi, Senin (24/11/2025).

Besaran Harga

Terkait besaran harga, Sudirman menilai harga DPO yang dipatok pemerintah sebaiknya tidak terpaut jauh dengan harga pasar.

Dia mencatat, jarak harga batu bara khusus DMO dengan harga pasar sudah terlampau jauh. Harga batu bara acuan ICI-1 sudah berada di kisaran US$102/ton, sementara harga DMO dipatok sebesar US$70/ton untuk kelistrikan dan sektor prioritas lainnya US$90/ton.

Dihubungi terpisah, Ketua Badan Kejuruan Pertambangan Perhimpunan Insinyur Indonesia (PII) Rizal Kasli mengamini para penambang batu bara mengharapkan pemerintah meninjau kembali harga batu bara khusus DMO yang tak berubah selama 7 tahun terakhir.

“Sudah barang tentu bahwa inflasi yang terjadi akan meningkatkan beban biaya produksi. Namun, pengusaha tetap patuh dan taat terhadap keputusan pemerintah walaupun di satu sisi keuntungannya tergerus karena peningkatan biaya produksi,” kata Sudirman.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tri Winarno menjelaskan rencana kebijakan tersebut pada dasarnya menjadi opsi untuk ditempuh gegara pemerintah berwacana memangkas produksi batu bara pada tahun depan.

Tri menjelaskan jika produksi batu bara dipangkas dan porsi persentase DMO masih dalam besaran yang sama, volume batu bara yang wajib dipasok ke dalam negeri sebenarnya turun. Dengan demikian, wacana menaikkan porsi DMO ditempuh untuk menyeimbangkan hal tersebut.

“Logikanya, kalau misalnya kebutuhan segitu-segitu saja, persentase [DMO]-nya dinaikkan, berarti produksi diturunkan. Tentang sampai seberapa [menaikkan porsi DMO], belum,” kata Tri ditemui di kompleks parlemen, Kamis (13/11/2025).

Tri membuka peluang bahwa target produksi batu bara Indonesia pada tahun depan akan diturunkan menjadi dibawah 700 juta ton atau lebih rendah dari target produksi pada tahun ini sebesar 735 juta ton.

Selain itu, Tri menegaskan langkah yang direncanakan Kementerian ESDM tersebut ingin dilakukan untuk menjaga harga batu bara Indonesia agar tidak makin tertekan.

Sebagai catatan, Kementerian ESDM menetapkan target produksi batu bara pada tahun ini sebanyak 735 juta ton.

Kementerian ESDM mencatat realisasi DMO batu bara sepanjang semester I-2025 baru mencapai 104,6 juta ton atau 43,64% dari target yang ditetapkan pemerintah sebesar 239,7 juta ton tahun ini.

Sementara itu, porsi ekspor batu bara sampai dengan periode yang berakhir Juni 2025 telah mencapai 238 juta ton atau sekitar 32,18% dari keseluruhan produksi tahun ini.

Di sisi lain, Kementerian ESDM turut menyisihkan sebagian kecil batu bara sekitar 15 juta ton sampai akhir Juni 2025 sebagai stok nasional.

Sepanjang Januari-September 2025 ESDM mencatat produksi batu bara Indonesia mencapai 585 juta ton atau terkontraksi 7,47% secara tahunan.

Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor batu bara sepanjang Januari sampai September 2025 minus 20,85% ke level US$17,94 miliar atau sekitar Rp298,79 triliun (asumsi kurs Rp16.655 per dolar AS).

Kinerja ekspor batu bara secara volume terkoreksi 4,74% ke level 285,23 juta ton sampai periode yang berakhir September 2025, lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 299,41 juta ton.

Adapun, Pada Jumat (21/11/2025), harga batu bara di pasar ICE Newcastle untuk kontrak pengiriman bulan mendatang ditutup di US$ 110,9/ton. Berkurang 0,09% dibandingkan hari sebelumnya. Meski begitu, harga komoditas ini masih naik 0,27% sepanjang pekan lalu. (azr/wdh)

Sumber:

– 24/11/2025

Temukan Informasi Terkini

Penjualan Freeport Drop, Setoran ke Negara Tetap Ditarget Rp70 T

baca selengkapnya

ESDM Hitung Formulasi Bea Keluar untuk Komoditas Minerba dan Emas

baca selengkapnya

Petrosea Tuntaskan Akuisisi 60% Saham Scan-Bilt Pte.Ltd

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top