Bos Amman: Dunia Rawan Defisit Tembaga 2028, Efek Transisi Energi

Presiden Direktur PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) Rachmat Makkasau memprediksi terdapat potensi defisit pasokan tembaga dunia pada 2028, seiring dengan tingginya kebutuhan logam tersebut untuk proyek transisi energi.

Rachmat bercerita potensi terjadinya defisit pasokan tembaga pada 2028 menjadi salah satu pembahasan dalam perhelatan London Metal Exchange (LME) Week 2025 yang digelar beberapa waktu lalu.

Dalam perhelatan itu, para pelaku pasar hingga penambang menyepakati bahwa —berdasarkan data-data yang ada— terdapat potensi terjadinya kekurangan pasokan komoditas tembaga pada 2028.

“Soal tembaga, yang sudah diperkirakan tahun-tahun sebelumnya, mengenai potensi kekurangan produksi tembaga untuk mendukung transisi energi itu benar-benar akan terjadi. Semua angka yang dikumpulkan itu melihat bahwa defisit tembaga akan terjadi pada sekitar tahun 2028,” kata Rachmat dalam CEO Forum 2025, dikutip Rabu (5/11/2025).

Di sisi lain, Rachmad mengklaim Indonesia menjadi salah satu negara yang kerap disebut-sebut dalam pembahasan di perhelatan tersebut.

Menurut dia, hal tersebut terjadi karena Indonesia menjadi negara yang memproduksi sekitar 3%-5% tembaga dunia.

Dengan demikian, kata dia, jika terjadi defisit pasokan tembaga pada 2028, Indonesia berpotensi menjadi pemasok sekitar 15% tembaga global pada 2032-2035.

“Dan itu sangat-sangat besar kalau kita pegang ini sebagai potensi untuk Indonesia yang sangat besar yang harus dimanfaatkan oleh kita di Indonesia,” ungkap dia.

Meskipun potensinya besar, lanjut Rachmat, Indonesia dinilai masih kurang memaksimalkan komoditas tersebut. Dia menerangkan, dari total produksi tembaga Indonesia sekitar 1 juta ton, yang terserap untuk kebutuhan dalam negeri baru mencapai 200.000-250.000 ton.

Dengan begitu, dia mendorong agar hilirisasi tembaga di Indonesia agar dapat lebih digencarkan untuk dapat memaksimalkan momentum potensi terjadinya defisit komoditas tersebut.

“Bayangkan kalau kita nanti pada 2033 memproduksi sekitar 15% tembaga dan semuanya ekspor,” kata dia.

Tembaga mencapai rekor tertinggi di London, dengan prospek pelonggaran ketegangan AS-China yang segera terjadi menjadi katalis baru peningkatan reli harga, didorong oleh gangguan pasokan tambang dan gangguan perdagangan akibat tarif.

Hingga saat ini, harga logam yang menjadi bahan pokok industri dan indikator pertumbuhan global ini telah naik lebih dari seperempat, dan menuju tahun terbaiknya sejak 2017.

Tahun ini menjadi periode yang berguncang bagi harga tembaga, salah satu komoditas paling vital di dunia. Harga logam ini berfluktuasi tajam akibat perang dagang dan sanksi regional yang diberlakukan Trump, yang menyebabkan masuknya volume besar logam ke pasar AS.

Selain itu, sejumlah insiden di tambang besar, termasuk longsor di tambang Grasberg milik Freeport McMoRan Inc. di Indonesia, turut menambah tekanan pada pasokan global.

Dari sisi permintaan, optimisme meluas terkait peningkatan kebutuhan tembaga untuk mendukung transisi energi dan pembangunan pusat data Kecerdasan Buatan (AI). Selain itu, China telah berjanji untuk secara signifikan meningkatkan porsi konsumsi domestik dalam struktur ekonominya.

Adapun,  PT Freeport Indonesia (PTFI) tengah mencari pembeli atau offtaker katoda tembaga domestik untuk meningkatkan serapan di dalam negeri.

SVP Government Relation PT Freeport Indonesia Harry Pancasakti mengatakan sebagian besar produksi katoda tembaga PTFI mesti diekspor lantaran minimnya komitmen pembelian domestik.

Menurut hitung-hitungan Harry, sebagian besar katoda tembaga PTFI dijual untuk sejumlah buyer di Malaysia, Thailand dan Vietnam. Menurut dia, komitmen pembelian katoda domestik kurang dari separuh dari kapasitas terpasang smelter tembaga PTFI saat ini sekitar 800.000 ton.

“Kurang dari 50% yang diserap [di dalam negeri], sisanya diekspor, dan sayangnya ekspor ini tidak jauh-jauh, dari data yang kita pelajari mayoritas pembeli di luar negeri berasal dari negara tetangga, Malaysia, Thailand, dan Vietnam,” kata Harry di Minerba Expo 2025, Jakarta, Kamis (16/10/2025).

Menurut Harry, kapasitas industri domestik untuk menyerap katoda tembaga berada di kisaran 500.000-600.000 ton per tahun. Hanya saja, dia menambahkan, realisasi serapan industri pengguna tembaga masih jauh di bawah kapasitas yang diperkirakan.

Sebagai catatan, di London Metal Exchange (LME) hari ini, tembaga diperdagangkan di harga US$10.663,50/ton atau melemah 1,76% dari penutupan kemarin. (azr/wdh)

Sumber:

– 05/11/2025

Temukan Informasi Terkini

ESDM Atur Ulang Strategi Produksi Batu Bara Agar Harga Kompetitif

baca selengkapnya

Ekspor Batubara Indonesia Diproyeksi Turun pada 2025, Pasar Bergeser ke Filipina

baca selengkapnya

Freeport Setop Produksi, Ekonomi Papua Tengah Minus!

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top