Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengkaji peluang pengenaan bea keluar terhadap komoditas batu bara mulai 2026. Apa dampak jika kebijakan ini jadi diterapkan?
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar mengatakan rencana kebijakan pengenaan bea keluar batu bara bisa menambah penerimaan negara. Selain itu, akan mendorong pemenuhan DMO dan pemanfaatan di dalam negeri.
“Ini bisa jadi pemicu untuk upaya hilirisasi batu bara yang sampai saat belum bisa berjalan dengan baik,” kata Bisman kepada Katadata, Kamis (27/11).
DMO atau Domestic Market Obligation adalah kewajiban bagi perusahaan energi dan mineral untuk memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dalam negeri sebelum mengekspor produk.
Akan tetapi, pengenaan bea keluar batu bara bisa menambah pengeluaran dan beban bagi pengusaha. Hal ini dapat membuat harga batu bara Indonesia kurang kompetitif.
Menurut dia, pemerintah harus berhitung dengan cermat agar tidak kontra produktif. Apalagi kondisi perdagangan batu bara secara umum belum baik, karena harga relatif rendah dan kecenderungan turun terus.
Sebelumnya, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan rencana pengenaan bea keluar batu bara. Hal ini karena penerimaan negara dari ekspor batu bara relatif lebih kecil dibandingkan dengan komoditas lain.
Ia mencontohkan, komoditas minyak dan gas bumi alias migas dengan skema kontrak bagi hasil atau Production Sharing Contract (PSC) cost recovery yang berlaku sebelumnya, 85:15. Sebanyak 85% untuk pemerintah, dan sisanya perusahaan.
“Batu bara lebih kecil dari itu. Ini masih bisa ditingkatkan lagi tanpa mengganggu industri,” ujar dia dikutip dari Antara, Kamis (27/11).
Meski akan mengenakan bea keluar, Purbaya menjamin daya saing produk batu bara Indonesia di pasar internasional tidak akan terkena dampak. Hanya saja, keuntungan yang diterima oleh pengusaha kemungkinan menurun.
“Tidak (kemungkinan harga batu bara Indonesia tidak kompetitif). Hanya untuk mereka (pelaku industri) saja nanti yang lebih sedikit. Kalau dia (pelaku industri) naikin harga, ya nggak laku (nanti),” ujar dia. Editor: Desy Setyowati
