Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA) menyatakan sudah menyurati Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk meminta revisi harga batu bara khusus mandatori pasokan domestik atau domestic market obligation (DMO).
Direktur Eksekutif IMA Hendra Sinadia menyatakan harga batu bara khusus DMO atau domestic price obligation (DPO) tidak mengalami penyesuaian sejak 2018, yakni US$70/ton untuk sektor kelistrikan dan US$90/ton untuk industri semen serta pupuk.
Biaya produksi pertambangan batu bara padahal terus mengalami kenaikan sejak 2018.
Untuk itu, Hendra mengaku IMA sudah sempat meminta Kementerian ESDM untuk mengkaji ulang DPO batu bara agar disesuaikan kembali, tetapi hingga kini permohonan tersebut tidak kunjung ditanggapi oleh pemerintah.
“Sudah lama sih, kan pengusaha sudah mengajukan sudah lama untuk dikaji, tetapi sampai sejauh ini sih belum dikaji ya, imbauan aja kita cuma mohon saja sih untuk dikaji gitu,” kata Hendra ditemui medio pekan ini.
Meskipun enggan mengungkapkan harga batu bara DMO yang proporsional sesuai permintaan pelaku industri, Hendra meminta pemerintah untuk mengkaji kembali DPO agar mempertimbangkan biaya produksi pertambangan batu bara yang telah meningkat.
“Biaya untuk menambangnya sudah naik signifikan, jadi harus dikaji dahulu harganya. Kita tidak kompeten [menghitung besaran DPO yang diharapkan],” tegas Hendra.
Adapun, revisi harga tersebut diharapkan terjadi ketika pemerintah berencana memperlebar porsi DMO dan pemangkasan produksi batu bara pada 2026.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tri Winarno menjelaskan rencana kebijakan tersebut pada dasarnya menjadi opsi untuk ditempuh gegara pemerintah berwacana memangkas produksi batu bara pada tahun depan.
Tri menjelaskan jika produksi batu bara dipangkas dan porsi persentase DMO masih dalam besaran yang sama, volume batu bara yang wajib dipasok ke dalam negeri sebenarnya turun. Dengan demikian, wacana menaikkan porsi DMO ditempuh untuk menyeimbangkan hal tersebut.
Tri membuka peluang bahwa target produksi batu bara Indonesia pada tahun depan akan diturunkan menjadi dibawah 700 juta ton atau lebih rendah dari target produksi pada tahun ini sebesar 735 juta ton.
Selain itu, Tri menegaskan langkah yang direncanakan Kementerian ESDM tersebut ingin dilakukan untuk menjaga harga batu bara Indonesia agar tidak makin tertekan.
Kementerian ESDM menetapkan target produksi batu bara pada tahun ini sebanyak 735 juta ton. Sepanjang Januari-September 2025 ESDM mencatat produksi batu bara Indonesia mencapai 585 juta ton atau terkontraksi 7,47% secara tahunan.
Adapun, sepanjang semester I-2025 Kementerian ESDM mencatat realisasi DMO batu bara mencapai 104,6 juta ton atau 43,64% dari target yang ditetapkan pemerintah sebesar 239,7 juta ton tahun ini.
Sementara itu, porsi ekspor batu bara sampai dengan periode yang berakhir Juni 2025 telah mencapai 238 juta ton atau sekitar 32,18% dari keseluruhan produksi tahun ini.
Di sisi lain, Kementerian ESDM turut menyisihkan sebagian kecil batu bara sekitar 15 juta ton sampai akhir Juni 2025 sebagai stok nasional. (azr/wdh)
