Dibayangi Kampanye Negatif, Penambang Nikel Lanjutkan Hilirisasi

TEKANAN global terhadap industri nikel di Tanah Air masih terus terjadi. Dari gugatan Uni Eropa ke WTO pada tahun 2020, tarif Amerika Serikat ke produk nikel hingga kampanye negatif dirty nickel soal pencemaran lingkungan. Namun demikian, Indonesia dinilai tidak boleh berhenti meningkatkan nilai tambah mineral.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey, mengungkapkan kampanye negatif dirty nickel tidak adil. Sebab, yang tengah melakukan hilirisasi bukan saja nikel tetapi juga industri manufaktur lain.

“Saya kira nikel ini terlalu over succes. Indonesia saat ini sudah 60% lebih memegang market share dunia untuk production,” ujar Meidy, Kamis (15/5).

Selain itu, kata dia, ada beberapa negara mungkin worry pada saat kita menguasai bahan baku untuk energi ke depan. Contohnya, bahan baku baterai mobil listrik.

Meidy berharap beberapa pihak jangan selalu menyorot hal negatif dari industri nikel, sebab ada juga manfaat dari keberadaan industri nikel di berbagai daerah, seperti di Sulawesi, Maluku Utara dan beberapa daerah penopang yang pendapatan daerahnya naik. Selain itu juga penyerapan tenaga kerja meningkat. Kemudian untuk negara, PNBP dari nikel naik signifikan karena adanya penerimaan royalti.

Ia juga menegaskan, anggota APNI juga mendukung green industry. Salah satunya dengan melakukan transisi energi menggunakan new technology EV, seperti memakai truk EV dan alat berat EV. APNI juga terus menjaga ekosistem lingkungan. “Kami telah bicara dengan profesor air untuk mengetahui bagaimana mengekstrak pencemaran air, sehingga tidak terlalu berdampak kepada pemukiman, masyarakat, usaha masyarakat untuk pertanian, irigasi,” ungkap Meidy.

Dalam upaya menjaga bisnis nikel yang mengutamakan keberlanjutan, perusahaan nikel seperti Harita Nickel dan Vale Indonesia juga tengah diaudit oleh Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA). Hal ini untuk menjaga tanggung jawabnya ke masyarakat, buruh terorganisasi, LSM, sektor keuangan, dan juga pembeli.

IRMA adalah organisasi independen yang mengukur aspek keberlanjutan praktik pertambangan yang bertanggung jawab. Dibandingkan dengan standar keberlanjutan lain, IRMA termasuk yang paling sulit ditempuh, paling ketat, serta melalui tahapan panjang dan rigid. Anggota Dewan di IRMA termasuk lembaga-lembaga masyarakat sipil yang paling kritis di dunia.

Selain secara paralel terus berbenah melakukan transisi energi dan menjaga ekosistem lingkungan, Meidy mengatakan, APNI sudah berkunjung ke Tesla, Mercedes, dan BMW sebagai produsen mobil listrik untuk mendapat masukan soal rantai pasok nikel “Mereka mengerti keadaan Indonesia tidak sama dengan negara penghasil nikel lain. Jadi jangan dipaksa standar Eropa,” kata dia.

Larangan Ekspor

Saat ini pabrik pengolahan nikel di Indonesia sudah mencapai 95 smelter dan akan menjadi 145 smelter. APNI pun sudah sejak dua tahun lalu meminta kepada pemerintah untuk menghentikan investasi smelter karena tidak sesuai dengan cadangan yang ada.

Meidy mengatakan APNI mengkhawatirkan cadangan nikel yang ada tidak mampu untuk meng-cover keseluruhan konsumsi bahan baku biji nikel domestik. “Kita tahu kan akhirnya smelter pada impor nikel dari Filipina beberapa waktu lalu, itu benar,” tukas dia.

Pengamat Hukum Energi dan Pertambangan Universitas Tarumanegara Ahmad Redi mengungkapkan bahwa serangan terhadap hilirisasi mineral adalah upaya perang dagang yang merugikan negara-negara penikmat bijih nikel Indonesia selama ini. Larangan ekspor nikel memang membuat peta perdagangan nikel dunia berubah.

Sebagai informasi, pada 2019 tercatat Indonesia mengekspor bijih nikel 30 juta ton, namun setahun kemudian Indonesia menghentikan ekspor dan kemudian digugat ke WTO oleh Uni Eropa. “Tetapi ancaman gugatan WTO, tarif Trump, lalu ada Green Deal di Uni Eropa, serta kampanye soal lingkungan jangan sampai mengancam ekonomi Indonesia yang ingin meningkatkan nilai tambah mineral,” kata Redi.

Dia menilai larangan ekspor itu menimbulkan gejolak dan ancaman pada rantai pasok nikel di dunia. Alhasil, banyak upaya mengagalkan hilirisasi mineral yang ditempuh oleh Indonesia. Maka itu, Indonesia perlu membentuk tim dari Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Luar Negeri.

“Saya kira ini memang perang dagang. Kita tidak bisa keras-kerasan juga. Harus negosiasi, agar tidak merugikan hilirisasi nikel kita yang notabene-nya untuk green industri EV,” ungkap Redi.

Dia menilai, jika langkah Indonesia dianggap salah melarang ekspor nikel, bagaimana dengan upaya Filipina yang juga akan melarang ekspor nikel. Filipina diketahui meniru Indonesia untuk melakukan hilirisasi nikel dengan mengadopsi UU Minerba. “Jadi, Filipina mengadopsi UU Minerba kita, dia akan melarang ekspor nikel Juni 2025. Saya kira kalau nomor 1 (Indonesia) dan 2 (Filipina) mempunyai aturan larangan ekspor nikel tentu akan tambah gejolak pada perdagangan nikel dunia. Mereka (Amerika dan Eropa) enggak mungkin beli bijih nikel dari Rusia,” kata Redi.

Ia juga menyatakan, bahwa Indonesia dan Filipina harus membuat kesepakatan dagang atau aliansi soal mineral. Atau bahkan bekerjasama dengan negara-negara ASEAN agar bisa menangkal ancaman-ancaman dagang dari Eropa. Sementara di sisi lain, pelaku usaha harus terus menjalankan hilirisasi dengan patuh pada good mining practice. (AT)

Sumber: https://www.dunia-energi.com, 15 Mei 2025

Temukan Informasi Terkini

Laba Sepanjang 2024 Naik 46%, Ini Daftar Program Prioritas MIND ID Sepanjang 2025

baca selengkapnya

Selangkah Lagi UKM Dapat Jatah Tambang, Siapa yang Layak?

baca selengkapnya

PT Gag Nikel Masih Belum Beroperasi di Raja Ampat Meski Tidak Dicabut Izinnya

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top