Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa harga batu bara untuk kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) yang masih dipatok di level US$70 per ton telah melalui perhitungan matang.
Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Sesditjen Minerba) Kementerian ESDM Siti Sumilah Rita Susilowati menyebut, perhitungan itu juga telah mempertimbangkan keberlanjutan usaha pertambangan.
Dia juga mengatakan, penetapan harga tersebut merupakan hasil kompromi kebijakan pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan nasional dan kelangsungan industri.
“Penetapan harga DMO sudah memperhitungkan aspek keberlanjutan usaha. Pemerintah selalu menimbang keseimbangan antara kepentingan nasional dan keberlanjutan usaha,” ucap Siti kepada Bisnis, Kamis (4/12/2025).
Dia menjelaskan, harga DMO batu bara menjadi instrumen penting untuk memastikan pasokan batu bara ke dalam negeri. Ini khususnya bagi sektor kelistrikan, tetap aman di tengah dinamika harga global yang fluktuatif.
Pada saat yang sama, kebijakan ini juga diharapkan tidak mematikan aktivitas produksi para pelaku usaha tambang.
“Karena itu, harga DMO merupakan bentuk kompromi kebijakan agar pasokan dalam negeri terjaga sekaligus kegiatan penambangan tetap berjalan,” jelas Siti.
Menurutnya, pemerintah secara berkala mengkaji biaya operasional perusahaan tambang serta kondisi pasar global sebagai dasar dalam mengevaluasi kebijakan harga DMO. Namun, setiap penyesuaian tetap akan dilakukan secara hati-hati.
“Penyesuaian kebijakan akan dilakukan dengan cermat demi mencapai solusi yang menguntungkan semua pihak atau win-win solution,” katanya.
Asal tahu saja, harga DMO belum pernah naik sejak 2018. Adapun, harga DMO untuk kelistrikan dipatok sebesar US$70 per ton dan untuk industri semen dan pupuk sebesar US$90 per ton.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani menilai harga DMO yang belum pernah naik sejak 2018 juga menjadi tantangan tersendiri. Apalagi, dengan terus bertambahnya biaya produksi.
Oleh karena itu, Gita mengatakan, pemerintah perlu meninjau ulang harga DMO batu bara. Terlebih, pemerintah berencana menaikkan porsi DMO menjadi lebih dari 25% pada tahun depan.
“Harga DMO kelistrikan yang tetap di US$70 per ton sejak 2018 memang perlu ditinjau kembali atau setidaknya ada ruang evaluasi, terutama karena biaya produksi terus meningkat seiring dinamika industri selama 8 tahun terakhir,” tutur Gita.
Dia juga merespons pernyataan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkap potensi pembengkakan anggaran subsidi listrik hingga Rp22 triliun jika harga DMO batu bara dilepas ke mekanisme pasar.
Menurut Gita, pihaknya memahami hal tersebut. Namun, ruang untuk berdiskusi harus tetap terbuka.
“Pelaku usaha memahami pentingnya menjaga harga kelistrikan tetap realistis namun yang diharapkan adanya ruang penyesuaian yang wajar mengingat harga DMO tidak berubah hampir delapan tahun,” katanya. Editor : Denis Riantiza Meilanova
