Listrik dunia ternyata masih digerakkan oleh sumber lama. Melansir data yang dihimpun Visual Capitalist mencatat, sepanjang 2024 batu bara tetap menjadi tulang punggung utama pembangkit listrik global, menyumbang lebih dari sepertiga kebutuhan energi.
Bahan bakar fosil lain, yaitu gas alam, menempati posisi kedua dengan kontribusi 22,4%. Sementara itu, energi terbarukan terus memperbesar perannya, tenaga air (14,4%), angin (7,8%), dan surya (6,5%) kini sudah menyuplai lebih dari seperempat listrik dunia.
Peringkat | Sumber Listrik | Pangsa Global (%) |
1 | Batu Bara | 35.4% |
2 | Gas Alam | 22.4% |
3 | Tenaga Air | 14.4% |
4 | Nuklir | 9.0% |
5 | Angin | 7.8% |
6 | Surya | 6.5% |
7 | Lainnya* | 4.5% |
Kategori “lainnya” mencakup minyak, biomassa, geothermal, dan sumber energi minor lainnya
Nuklir masih bertahan di level 9%, didorong oleh negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Prancis, hingga Tiongkok. Adapun kategori kecil seperti minyak, biomassa, dan geothermal secara total memberi sumbangan 4,5%.
Di Eropa dan Amerika Utara, peta energi terlihat berbeda. Negara-negara maju semakin agresif menekan emisi, sehingga porsi angin, surya, dan nuklir lebih menonjol.
Sebaliknya, negara berkembang masih menghadapi dilema: kebutuhan energi murah untuk menopang industrialisasi kerap mengalahkan agenda transisi hijau. Inilah yang menjadikan batu bara tetap dominan secara global.
Selain faktor kebijakan, dinamika harga energi global ikut menentukan. Krisis energi pasca perang Rusia-Ukraina membuat gas alam melonjak, memaksa sejumlah negara kembali menyalakan PLTU batubara yang sebelumnya dipensiunkan.
Kondisi ini menjadi pengingat bahwa transisi energi tidak hanya soal teknologi, tapi juga stabilitas geopolitik dan biaya yang ditanggung konsumen.
Ini menunjukkan bahwa transisi energi global belum benar-benar bergeser. Batu bara dan gas masih memimpin, tapi tren kenaikan energi terbarukan menunjukkan arah perubahan ke depan semakin jelas. CNBC Indonesia Research (emb/wur)