INDUSTRI tambang di Indonesia dinilai bakal melakukan langkah efisiensi termasuk mengurangi volume produksi, sebagai imbas tidak langsung dari kebijakan tarif impor yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
“Seluruh industri tentu akan melakukan langkah efisiensi, termasuk mengurangi volume produksi, sementara sambil menunggu kepastian dampak dan regulasi turunan lainnya yang akan Amerika lakukan,” kata Ketua Indonesia Mining & Energi Forum (IMEF) Singgih Widagdo saat dihubungi, Rabu (9/4/2025).
Singgih mengungkapkan negara tujuan ekspor utama komoditas pertambangan RI —seperti China dan India— diyakini akan berhitung ulang mengenai seluruh biaya manufaktur (manufacture cost) agar dapat berkompetisi di tengah tarif yang tinggi, termasuk dalam hal ongkos energinya.
Imbas kondisi tersebut, China dan India yang merupakan importir terbesar batu bara Indonesia tentu akan mengupayakan untuk meningkatkan produksi tambang domestik mereka.
“Dengan kondisi ini, saya yakin harga batu bara di pasar global akan mengalami tekanan dan harga diproyeksikan akan turun. Demikian juga produk mineral lain, seperti nikel dan lainnya,” ujarnya.
Meskipun kebijakan tarif Trump sudah dimulai, dia meyakini pasar masih akan menunggu ihwal kepastian dampak kenaikan tarif yang diberlakukan Presiden AS dari Partai Republik itu. Termasuk dampaknya terhadap biaya pelabuhan impor.
Nilai Tukar
Di sisi lain, kebijakan Trump mengakibatkan ketegangan ekonomi global yang berdampak terhadap nilai tukar Asia, sehingga memengaruhi permintaan dari importir komoditas tambang besar seperti China dan India.
“Dengan nilai tukar yang melemah, jelas akan membuat sikap negara importir batu bara dan komoditas tambang lainnya untuk sementara menunda atau mengurangi volume impor,” tuturnya.
Dalam kaitan itu, Singgih menilai pemangku kepentingan terkait perlu memetakan dengan jelas dampak tarif Trump dari sisi hulu, tengah, hingga hilir bagi sektor pertambangan. Evaluasi lini hulu pertambangan menjadi sangat penting agar jangan sampai terjadi oversupply yang makin menekan harga.
“Demikian juga evaluasi kepastian volume hulu yang dibutuhkan untuk kepentingan industri hilir yang produknya akan terkena dampak langsung,” imbuhnya.
Asosiasi Transportasi dan Distribusi Batu Bara China atau China Coal Transportation and Distribution (CCTD) pada Januari tahun ini pernah melaporkan proyeksi produksi batu bara Negeri Panda akan naik 1,5% year on year (yoy) pada 2025 menjadi 4,82 miliar ton. Pada 2024, realisasi produksi batu bara China naik 0,8% yoy menjadi 4,75 miliar ton.
Adapun, impor batu bara China pada tahun ini diestimasikan turun 1,9% yoy menjadi 525 juta ton, setelah meroket 13% yoy pada 2024 menjadi 535 juta ton.
Harga acuan batu bara termal domestik China diperkirakan merosot ke 630-730 yuan/ton pada kuartal II-2025 karena tekanan persediaan.
Permintaan domestik batu bara raksasa Asia Timur tersebut diramal tumbuh 1% yoy tahun ini, ditopang oleh sektor kelistrikan dan kimia, sedangkan konsumsi dari industri konstruksi dan logam diramal terus menurun.
Diketahui, AS memberikan tarif 32% terhadap Indonesia sebagai mitra dagangnya. Jumlah itu belum termasuk tarif dasar 10% yang dikenakan AS kepada 180 mitra dagang mereka.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia telah melakukan komunikasi dengan United States Trade Representative (USTR) untuk membahas soal tarif resiprokal Trump.
Menurut Airlangga, setelah Trump mengeluarkan kebijakan tarif tersebut, banyak negara di dunia yang ingin bertemu dengan AS untuk bernegosiasi. Indonesia dan Asean juga memilih untuk menempuh hal tersebut dan tidak menerapkan kebijakan retaliasi. (mfd/wdh)
Sumber: bloombergtechnoz.com, 9 April 2025