Ekspor Batubara Periode Januari-Juli 2025 Turun, Langkah China dan India Jadi Penentu

Kinerja ekspor batubara Indonesia tercatat mengalami koreksi sepanjang Januari hingga Juli 2025.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Hendra Sinadia mengatakan turunnya ekspor batubara di 2025 dibandingkan 2024 sudah diprediksi sebelumnya.

Ini disebabkan adanya kondisi pasar batubara termal global sejak 2023 itu dalam kondisi kelebihan pasokan atau oversupply yang berlanjut  hingga 2025.

“Kondisi oversupply disebabkan antara lain tingginya produksi di beberapa negara produsen utama batubara dunia, termasuk Indonesia dan juga Tiongkok dan India yang mencatat rekor produksi tertinggi di 2024,” ungkap dia kepada Kontan, Selasa (02/09/2025).

Hendra menambahkan, produksi batubara China di 2024 yang mencapai 4,7 miliar ton merupakan rekor produksi tertinggi selama beberapa tahun terakhir.

“Konsumsi batubara mereka (China) juga meningkat tapi tidak sebanding dengan pasokan sehingga impor mereka lebih rendah,” ujar dia.

Sama halnya dengan China, produksi batubara India sepanjang tahun 2024 mencapai lebih dari satu miliar ton, dengan beberapa sumber menyebutkan angka sekitar 1.047,57 juta ton hingga 1.047,69 juta ton. Hal ini juga berdampak pada permintaan impor negara tersebut ke Indonesia.

“Sama halnya dengan Tiongkok, produksi batubara di India 2024 juga tingkat tertinggi,” tambahnya.

Hal senada juga diungkap oleh Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI). Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Eksekutif APBI Gita Mahyarani, penurunan kinerja ekspor batubara hingga Juli 2025 memang terutama dipengaruhi oleh melemahnya permintaan dari pasar utama, khususnya China dan India.

“Di China, ekspor batubara Indonesia pada periode Januari–Juli 2025 turun 19,2% secara tahunan, meskipun terjadi kenaikan bulanan sebesar 42,1% pada Juli,” kata dia.

Gita menambahkan, penurunan impor China secara global juga sempat berlangsung selama tiga bulan berturut-turut sebelum kembali naik 7,8% secara bulanan pada Juli, yang dipengaruhi oleh faktor cuaca, gangguan pasokan domestik, dan puncak permintaan musim panas.

“Namun secara tahunan, impor batubara China masih turun 22,9% karena negara tersebut meningkatkan produksi batubara domestik sekaligus mempercepat transisi ke energi baru terbarukan (EBT), yang kapasitasnya kini telah melebihi kapasitas batubara,” jelas dia.

Adapun di India, impor batubara termal pada Juli 2025 menurun 16% secara tahunan akibat melemahnya permintaan listrik dan sektor industri, gangguan akibat musim monsun, serta diversifikasi pasokan ke batubara dengan kalori menengah ke tinggi dari negara lain seperti Afrika Selatan, AS, dan Australia.

“Akibatnya, ekspor batubara Indonesia ke India pada periode Januari–Juli 2025 juga turun 8,8% secara YTD,” tambah Gita.

Asal tahu saja, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor batubara sepanjang Januari-Juli 2025 mencapai US$ 13,82 miliar, atau turun 21,74% bila dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar US$ 17,66 miliar.

Volume ekspor batubara juga ikut terkoreksi, hingga Juli 2025 mencapai 214,71 juta ton atau turun 6,96% dari periode sama tahun lalu. Rata-rata unit volume mencapai US$ 64,37 per ton atau turun 9,64% dari periode sama tahun lalu.

Potensi Pengendalian Produksi Batubara di Tengah Penurunan Pemintaan

Di tengah penurunan harga dan volume ekspor, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno menyebut adanya potensi evaluasi produksi batubara di dalam negeri ke depannya.

“Evaluasi terhadap harga. Harga kan drop terus nih.  Ya mungkin salah satu evaluasinya nanti terkait dengan produksi. Tapi kan belum selesai evaluasi. On going,” kata Tri saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, beberapa waktu lalu.

Terkait adanya evaluasi produksi, Hendra menyebut, hal tersebut, merupakan ranah pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM.

“Hal tersebut (evaluasi produksi) merupakan ranah kebijakan pemerintah,” ungkap Hendra.

Adapun Gita, mengatakan pihaknya memahami bahwa pengendalian produksi merupakan salah satu opsi yang bisa dipertimbangkan pemerintah untuk menjaga keseimbangan pasar.

“Namun efektivitasnya perlu dilihat secara proporsional dengan mempertimbangkan kebutuhan domestik dan kondisi permintaan global. Kami menilai dukungan pemerintah agar batu bara Indonesia tetap bisa bersaing di market global juga sangat penting,” jelasnya.

Jika merujuk pada target produksi batubara Kementerian ESDM, sepanjang tahun ini, adalah sekitar 739,7 juta ton. Dengan pembagian 500 juta ton dialokasikan untuk ekspor. Angka ini lebih rendah dibandingkan volume ekspor batubara sepanjang 2024 yang menyentuh angka 550 juta ton.

Sumber:

– 03/09/2025

Temukan Informasi Terkini

Dukung Pertumbuhan dan Refinancing, BUMA Terbitkan Obligasi Rp1,4 Triliun

baca selengkapnya

Merdeka Copper (MDKA) Lunasi Pembayaran Obligasi Rp1,76 Triliun

baca selengkapnya

Entitas Grup Harita Suntik Rp237 M ke Smelter Aluminium Adaro

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top