Rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melarang ekspor emas dengan kadar kemurnian kadar di bawah 99% dinilai bakal memberikan dua dampak bagi perekonomian nasional.
Ketua Badan Kejuruan Teknik Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (BK Tambang PII) Rizal Kasli berpendapat langkah tersebut akan memperkuat penerimaan negara sekaligus menjaga pasokan emas untuk kebutuhan industri dalam negeri.
Menurutnya, pengetatan standar ekspor merupakan upaya pertama yang secara langsung meningkatkan pendapatan negara dari sektor mineral dan batu bara (minerba).
Rizal menilai dengan kadar kemurnian yang lebih tinggi, pengenaan bea keluar ekspor akan menjadi lebih optimal dan sejalan dengan nilai ekonomis komoditas yang dikirim ke luar negeri.
Selain itu, kebijakan tersebut dianggap krusial untuk memperbaiki struktur pasokan emas domestik yang selama ini tidak stabil.
Rizal mencontohkan, unit bisnis logam mulia milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) bahkan harus mengimpor emas untuk memenuhi kebutuhan bahan baku di fasilitas pemurnian Pulo Gadung, Jakarta.
“Industri pemurnian, perhiasan, hingga elektronik saat ini kesulitan mendapatkan pasokan emas. Pengetatan standar ekspor dapat memastikan bahan baku yang cukup bagi industri turunan,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (9/12/2025).
Selain ekspor hanya untuk emas dengan kemurnian 99% atau lebih, syaratnya pun diperketat, yakni wajib menyertakan laporan surveyor (LS) untuk memastikan verifikasi kadar sebelum dikapalkan.
Rizal pun menilai verifikasi melalui surveyor independen merupakan prosedur lazim dalam aktivitas perdagangan komoditas. Dengan begitu, tidak akan menjadi hambatan bagi pelaku usaha. Menurutnya, dengan aturan baru, pajak ekspor nantinya juga akan disesuaikan dengan kadar emas yang dikirim.
Adapun, penetapan standar kemurnian ekspor di atas 99% dinilai bertujuan memastikan proses hilirisasi berlangsung di dalam negeri. Dengan demikian, nilai tambah dari pengolahan emas tidak lari ke negara lain.
“Kebijakan ini untuk menjamin hilirisasi berjalan. Kalau kadar minimal tinggi, pengolahan harus dilakukan di Indonesia sehingga industri penunjang ikut berkembang,” kata Rizal.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akan memperketat keran ekspor komoditas strategis, khususnya emas dan batu bara. Hal ini guna mendorong hilirisasi dan memperkuat ekosistem bullion bank domestik.
Purbaya mengungkapkan kebijakan bea keluar (BK) emas kini dirancang lebih progresif dengan syarat ketat. Salah satu poin krusialnya adalah larangan total ekspor untuk produk emas dengan kadar kemurnian rendah.
“Pengawasan ekspor emas diperkuat melalui ketentuan yang melarang ekspor produk emas dengan kadar di bawah 99%,” tegas Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (8/12/2025).
Langkah ini diambil mengingat Indonesia memiliki cadangan emas terbesar keempat di dunia. Namun, cadangan bijihnya terus menyusut. Di sisi lain, harga emas global tengah melonjak tajam hingga menembus level US$4.076,6 per troy ounce pada November 2025, yang memicu kenaikan arus keluar komoditas tersebut.
“Diperlukan instrumen kebijakan bea keluar untuk mendukung ketersediaan suplai emas di Indonesia,” jelas Purbaya. Editor : Denis Riantiza Meilanova
