ESDM Harap Larangan Smelter Intermediate Dorong Investasi Produk Jadi

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berharap pembatasan izin investasi pembangunan smelter nikel yang memproduksi produk antara (intermediate) tertentu dapat menarik investor untuk produk jadi.

Adapun larangan pembangunan smelter baru itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Dalam beleid yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 5 Juni 2025 itu, industri pembuatan logam dasar bukan besi yang memiliki izin usaha industri (IUI) tak diperbolehkan membangun proyek smelter baru yang khusus memproduksi produk intermediate, seperti nickel matte, mixed hydroxide precipitate (MHP), feronikel (FeNi), dan nickel pig iron (NPI).

Dirjen Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno menyatakan, pelarangan pembangunan smelter baru yang memproduksi produk intermediate itu diharapkan menarik gelombang investor baru.

Adapun produk hilir yang dimaksud seperti baja tahan karat, nikel sulfat, atau bahkan barang jadi. “Harapannya kan gitu.

Harapannya kan sampai ke produk jadi,” ujar tri di Kompleks Parlemen, Jakarta (10/11/2025).

Selain itu, dia juga berharap pembatasan pembangunan smelter baru dapat mendorong harga nikel global. Sebab, hal ini bisa menjaga pasokan nikel.

Maklum, belakangan harga nikel kini anjlok hampir 40% dibandingkan dengan 5 sampai 7 tahun lalu, dari level US$38.000 per ton menjadi US$15.000 per ton.

Anjloknya harga nikel itu tak lepas dari maraknya smelter di Tanah Air. Sayangnya, menjamurnya smelter tidak diimbangi dengan permintaan yang stabil di pasar global.

“Supaya multiplier effect-nya itu lebih panjang rantainya. Kan tujuan hilirisasi kan itu. Untuk menciptakan nilai tambah atau multiplier effect yang lebih tinggi,” imbuh Tri.

Sebelumnya, pemerintah resmi membatasi izin investasi baru untuk pembangunan pabrik pemurnian atau smelter nikel yang memproduksi produk antara tertentu di Indonesia. Kebijakan ini berpotensi berdampak pada proyek-proyek yang direncanakan setelah 2027.

Kebijakan baru ini sebenarnya telah diterbitkan sejak Juni 2025, tetapi baru belakangan ini menjadi topik pembahasan di pasar.

Dalam PP Nomor 28 tahun 2025, pemerintah meminta komitmen perusahaan smelter untuk melanjutkan kegiatan hilirisasi yang tidak berhenti pada produk antara (intermediate) bijih nikel.

“Dalam hal menjalankan kegiatan pemurnian nikel dengan teknologi pirometalurgi memiliki dan menyampaikan surat pernyataan tidak memproduksi NPI, FeNi, dan nickel matte,” demikian tertulis dalam lampiran 1.F 3534 beleid tersebut.

Masih dalam lampiran yang sama, pemerintah juga membatasi investasi baru pembangunan smelter dengan teknologi hidrometalurgi atau berbasis high pressure acid leach (HPAL) yang hanya memproduksi MHP. Adapun, MHP umumnya menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV).

“Dalam hal menjalankan kegiatan pemurnian nikel dengan teknologi hidrometalurgi, memiliki dan menyampaikan tidak memproduksi mixed hydroxide precipitate [MHP],” demikian bunyi lampiran itu. Editor : Leo Dwi Jatmiko

Sumber:

– 10/11/2025

Temukan Informasi Terkini

Simak Capaian Produksi Mineral Merdeka Copper Gold (MDKA) hingga Kuartal III-2025

baca selengkapnya

Tenggat Mepet, Freeport Akui Belum Ajukan RKAB 2026 ke ESDM

baca selengkapnya

BUMA Semester I: Volume OB 209 Juta bcm, Produksi Batu Bara 38 Juta Ton

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top