ESDM Kaji Kebijakan Ekspor Emas Imbas Antam Masih Impor 30 Ton per Tahun

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan meninjau kembali kebijakan ekspor emas. Hal ini merespons permasalahan kurangnya pasokan emas yang dialami PT Aneka Tambang Tbk atau Antam.

“Yang ekspor [emas] nanti kami coba lihat siapa saja yang ekspor, terus mekanismenya apa,” ucap Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno usai menghadiri Peluncuran Logo Baru BPH Migas di Jakarta, dikutip dari Antara, Jumat (3/10/2025).

Tri juga akan meninjau dari sisi perpajakan ekspor-impor emas, serta menimbang opsi mana yang lebih menguntungkan.

Diberitakan Bisnis sebelumnya, Direktur Utama Antam Achmad Ardianto mengungkapkan bahwa Perseroan masih mengimpor 30 ton emas per tahun dari Singapura dan Australia untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

Impor emas tak terhindarkan lantaran produksi Perseroan belum mencukupi. Achmad menyebut, saat ini emas yang diproduksi atau ditambang oleh Antam hanya mencapai 1 ton per tahun.

Sementara itu, kebutuhan emas di dalam negeri tahun ini diperkirakan mencapai 45 ton. Angka ini lebih tinggi dibanding realisasi penjualan emas Antam pada 2024 yang sebesar 37 ton.

Di sisi lain, banyak perusahaan tambang yang memilih ekspor atau menjual emas ke perusahaan perhiasan alih-alih ke Antam, meski mereka melakukan proses pemurnian di Antam. Padahal, potensi produksi emas di Indonesia sebenarnya dapat mencapai 90 ton per tahun.

“Mungkin 30-an ton [impor], padahal produksi dalam negeri kita 90 ton. [Perusahaan tambang emas] ada yang sebagian dijual ke perusahaan perhiasan dan ada juga yang diekspor,” tutur Achmad dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Senin (29/9/2025).

Hal itu disebabkan tidak adanya aturan yang mewajibkan perusahaan tambang emas untuk menjual hasil produksinya ke Antam dan skema business-to-business (B2B) yang kurang menguntungkan.

“Karena sifatnya seperti itu tentu saja terjadi tawar-menawar, ada elemen pajak juga. Misalnya, mereka menjual emas ke Antam minta peraknya dibeli sekalian karena sulit bagi mereka untuk menjual peraknya saja kalau emas sudah diambil Antam. Dengan bundling itu ada pajak yang muncul, PPN 13%. Itu berat bagi mereka dan Antam tentunya,” jelas Achmad.

Adapun, emas yang diimpor untuk memenuhi kebutuhan tersebut, menurut Achmad, juga tak sembarangan. Antam melakukan impor dari perusahaan dan lembaga yang terafiliasi dengan London Bullion Market Association (LBMA).

“Jadi selalu perusahaan-perusahaan terafiliasi. Ada tiga, bullion bank, refinery, maupun trader,” imbuhnya.

Selain impor, Achmad menjelaskan ada cara lain untuk memenuhi kebutuhan emas tersebut, seperti dengan buyback emas dari masyarakat. Namun, jumlah itu rata-rata hanya mencapai 2,5 ton per tahun.

Selain itu, perusahaan juga mencari dari sumber lokal yang dimurnikan di smelter emas Antam.

Di samping itu, Achmad menuturkan bahwa saat ini Antam sudah memiliki kerja sama jual beli emas dengan PT Freeport Indonesia (PTFI).

Adapun, kontrak pembelian emas itu sekitar 25 ton sampai 30 ton emas per tahun. Namun, dengan adanya beberapa permasalahan yang dialami smelter Freeport, pasokan emas tersebut belum optimal.

“Jadi kalau saat ini produksinya Freeport, perkiraan di tahap awal ini, karena memang lagi proses commissioning dan juga ada beberapa kejadian, itu mungkin baru 25 ton, kita butuhnya mungkin kita bisa sampai 40-50 ton nantinya itu,” ujarnya. Editor : Denis Riantiza Meilanova, Sumber : Antara

Sumber:

– 03/10/2025

Temukan Informasi Terkini

Divestasi 12% Saham PTFI Belum Jamin RI Bisa Kendalikan Freeport

baca selengkapnya

Pemegang Saham Mini Merdeka Gold (EMAS) Ganti Pengendali, Ini Ramalan Harga Baru

baca selengkapnya

Harga Batu Bara Acuan Oktober 2025 Naik Jadi 106,94 Dolar AS per Ton

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top