Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji kemungkinan untuk melegalisasi tambang emas tanpa izin di wilayah Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat lewat skema izin pertambangan rakyat (IPR).
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan legalisasi tambang itu dapat dilakukan melalui usulan kepala daerah kepada pemerintah pusat.
Nantinya, Kementerian ESDM akan mengkaji apakah wilayah tambang ilegal tersebut dapat ditetapkan sebagai wilayah pertambangan rakyat (WPR) atau tidak.
“Menteri melakukan evaluasi bersama Badan Geologi. Nanti ditetapkan WPR, setelah itu dilakukan penyusunan dokumen pengelolaan WPR,” kata Tri kepada awak media di Minahasa, Rabu (29/10/2025).
Kendati demikian, Tri mengatakan, kementeriannya belum mendapatkan gambaran luasan wilayah tambang emas ilegal tersebut.
Selain itu, dia menambahkan, belum ada laporan resmi terkait dengan aktivitas tambang ilegal di Pegunangan Arfak sampai saat ini.
Sebelumnya, Bupati Pegunungan Arfak Dominggus Saiba sempat berdialog dengan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia ihwal keberadaan tambang emas ilegal di wilayahnya.
Dominggus membeberkan aktivitas tambang ilegal itu berlangsung sekitar 13 tahun. Konsekuensinya, kata dia, penerimaan daerah dari potensi tambang emas itu tidak bisa dimaksimalkan.
“Saya izin ke Pak Menteri dua minggu lagi saya akan bertemu dengan pak menteri di Jakarta untuk saya minta kalau bisa izinkan kami untuk mendatangkan investor buka tambang emas di Pegaf [Pegunungan Arfak],” kata Dominggus ketika berbincang dengan Bahlil melalui panggilan video.
Menanggapi itu, Bahlil menyatakan siap menunggu Dominggus di Jakarta untuk membahas aktivitas tambang ilegal di Pegunungan Arfak.
“Saya tunggu di Jakarta, kau berani gak berantas tambang ilegal itu, berani ga tutup ilegal itu? ,” tegas Bahlil.
Kementerian ESDM sempat melaporkan bahwa jumlah WPR yang telah ditetapkan sebanyak 1.215 lokasi dengan total luas wilayah mencapai 66.593,18 ha per awal 2024.
Hanya saja, IPR yang telah diterbitkan Kementerian ESDM saat itu baru mencapai 82 WPR dengan luas mencapai 62,31 ha. (azr/naw)

 
															