Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan aturan baru soal harga patokan mineral (HPM) dan harga patokan batu bara (HPB).
Aturan ini memberi ruang bagi perusahaan tambang untuk menjual komoditas di bawah harga patokan. Namun, kewajiban pajak dan royalti tetap dihitung berdasarkan HPM maupun HPB.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 268.K/MB.01/MEM.B/2025 yang ditandatangani 8 Agustus 2025.
Regulasi ini sekaligus mencabut Kepmen ESDM Nomor 72.K/MB.01/MEM.B/2025 yang mewajibkan seluruh penjualan mineral logam dan batu bara mengacu pada harga patokan.
Dalam aturan terbaru, pengecualian berlaku untuk pemegang IUP, IUPK, Kontrak Karya (KK), maupun PKP2B yang sudah memiliki kontrak penjualan di bawah HPM atau HPB.
“Dalam hal pemegang Izin Usaha Pertambangan tahap kegiatan Operasi Produksi, pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus tahap kegiatan Operasi Produksi, dan pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian termasuk pemegang Kontrak Karya dan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara menjual Mineral logam atau Batubara berdasarkan kontrak di bawah HPM atau HPB, HPM dan HPB tetap digunakan dalam penghitungan kewajiban perpajakan dan menjadi harga dasar dalam pengenaan iuran produksi,” bunyi poin empat Kepmen, dikutip Minggu (24/8/2025).
Meski ada fleksibilitas harga, ESDM menegaskan HPM dan HPB tetap menjadi acuan dasar penghitungan pajak dan iuran produksi.
Perusahaan yang menjual di bawah harga patokan tetap wajib membayar sesuai tarif berdasarkan HPM dan HPB.
ESDM menyebut HPM dan HPB berfungsi sebagai batas bawah harga jual mineral logam dan batu bara.
Penetapan harga minimum dimaksudkan untuk mencegah undervaluation maupun transfer pricing yang bisa mengurangi penerimaan negara.
Lampiran Kepmen merinci formula harga untuk sejumlah komoditas. Daftarnya mencakup nikel, kobalt, tembaga, emas, bauksit, hingga batu bara dengan spesifikasi kalori yang berbeda.
Kebijakan ini disebut sebagai langkah lanjutan pemerintah memperkuat tata kelola pertambangan.
Fokusnya pada transparansi harga serta kepastian basis perhitungan pajak dan royalti.
Negara tetap dapat mengamankan penerimaan meski kontrak penjualan memberi ruang negosiasi harga.