Freeport-McMoRan Inc. melepas volume bijih tembaga yang jauh lebih besar dari perkiraan setelah terjadi gangguan di salah satu pabrik miliknya di Indonesia, memberi jeda sementara bagi smelter yang tengah menghadapi tekanan pasokan historis.
Langkah penambang asal AS itu menyusul insiden di fasilitas oksigen milik PT Smelting, menurut sumber yang mengetahui langsung masalah tersebut.
Gangguan itu memperpanjang perawatan terjadwal selama 4 minggu di pabrik yang mendapat pasokan dari tambang tembaga-emas andalan Freeport di Grasberg.
Penutupan tersebut melepas hingga 100.000 ton bijih tembaga setengah jadi atau konsentrat dari Grasberg, kata sumber yang menolak disebutkan namanya karena alasan komersial.
Freeport berupaya mengirim kargo tersebut secepat mungkin dengan memanfaatkan izin ekspor jangka pendek yang berakhir pertengahan September, tambah mereka.
“Mereka menawarkan ke pasar secara tiba-tiba,” kata Albert Mackenzie, analis tembaga di Benchmark Mineral Intelligence.
“Sebagian besar smelter sudah mengamankan kebutuhan beberapa bulan ke depan, sehingga efeknya terasa cukup mengejutkan.”
Juru bicara Freeport-McMoRan menolak berkomentar soal rencana penjualan tersebut. Perwakilan unit Indonesia mengatakan perbaikan fasilitas oksigen ditargetkan rampung awal September.
Kendati volumenya kecil dibanding pasar tembaga global, tambahan pasokan ini menjadi dorongan signifikan bagi pasokan spot di tengah upaya smelter mendapatkan bahan baku setelah lonjakan kapasitas pemrosesan global.
Pasokan tambang belum mampu mengimbangi ekspansi smelter di China dan negara lain, menciptakan kekurangan bijih secara global yang diperparah oleh tingginya permintaan dari pedagang.
Kondisi itu memaksa pabrik menerima penurunan tajam biaya pemrosesan dalam kontrak pasokan.
Biaya pengolahan dan pemurnian atau treatment and refining charges (TC/RCs) biasanya dipotong dari harga bijih dan menyumbang sekitar sepertiga pendapatan smelter.
Namun sepanjang 2025, tarif di pasar spot justru mencatat level negatif—fenomena yang belum pernah terjadi—membuat smelter harus membayar untuk mengolah konsentrat, alih-alih dibayar.
Indeks TC/RCs spot pada 8 Agustus berada di -US$60,10 per ton bijih dan -6,01 sen per pon logam, menurut Fastmarkets Ltd.
Penjualan kargo Freeport membantu mengangkat tarif dari rekor terendah -US$66,50/66,5 sen di akhir Juni, kata penyedia harga itu dalam laporan pekan lalu.
Kenaikan ini memang terbatas, namun berpotensi menekan pedagang yang bersaing ketat dengan smelter untuk mengamankan pasokan di tengah pasar yang mengencang.
Kekhawatiran meningkat karena tambahan pasokan ini datang saat permintaan musiman justru melemah, mendorong ekspektasi kenaikan TC/RCs yang lebih signifikan dalam beberapa pekan ke depan.
Beberapa pembeli di China telah menerima penawaran kargo Grasberg untuk pengiriman Agustus dan September dengan biaya pengolahan di kisaran -US$20 hingga -US$30 per ton, kata sumber.
Meski begitu, banyak analis dan pedagang memperkirakan pasar konsentrat tembaga akan tetap menghadapi keterbatasan pasokan jangka panjang yang menahan TC/RCs di level rendah.
“Kapasitas smelter baru yang mulai beroperasi kemungkinan akan mempertahankan tekanan struktural terhadap TC,” kata Charles Cooper, kepala riset tembaga di Wood Mackenzie.
“Biaya pengolahan spot untuk konsentrat tembaga mungkin belum mencapai titik terendahnya.” (bbn)