Analis komoditas memandang perusahaan seperti PT Freeport Indonesia (PTFI) dapat meraup untung usai kecelakaan maut di tambang tembaga El Teniente milik BUMN Cile, Codelco. Terlebih, insiden itu diprediksi memengaruhi harga dan pasokan tembaga global.
Namun, potensi cuan bagi eksportir tembaga terbesar di Indonesia itu berpotensi terbatas jika tidak segera meningkatkan kapasitas produksi dan mengebut hilirisasi tembaga untuk memenuhi permintaan global dan domestik.
Analis komoditas dan Presiden Komisaris HFX International Berjangka Sutopo Widodo menjelaskan kenaikan harga tembaga global memang memberikan peluang bagi produsen tembaga Indonesia. Namun, Indonesia tetap harus bersaing dengan produsen tembaga lain di pasar global.
“Meskipun pemerintah telah memberlakukan larangan ekspor konsentrat tembaga, kapasitas smelter di Indonesia masih terbatas. Jadi, dampak dari peristiwa Codelco ini akan tergantung pada seberapa cepat Indonesia dapat meningkatkan kapasitas produksi dan hilirisasi,” kata Sutopo ketika dihubungi, Selasa (5/8/2025).
Menurut dia, produsen tembaga di Tanah Air seperti Freeport akan meraup margin keuntungan yang lebih tinggi imbas insiden di Cile tersebut.
Selain itu, kondisi pasar yang menguntungkan dinilai dapat mempercepat investasi dan pengembangan smelter katoda tembaga di Indonesia.
“Bagi Indonesia, penyetopan produksi di tambang Codelco dapat memberikan peluang sekaligus risiko,” tegas dia.
Sentimen Pasokan
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa insiden di tambang Codelco secara langsung menciptakan sentimen negatif terhadap pasokan tembaga global. Apalagi, Codelco merupakan salah satu produsen tembaga terbesar di dunia.
“Terlebih, peristiwa ini terjadi di tengah pasar yang sudah sensitif akibat defisit pasokan di China dan ketegangan tarif dagang AS. Kekhawatiran akan menipisnya pasokan global secara substansial dapat mendorong kenaikan harga tembaga,” ungkap Sutopo.
Kendati begitu, dia memprediksi kenaikan harga imbas insiden di tambang Codelco tersebut bersifat sementara. Sutopo menyebut begitu produksi di tambang tersebut kembali normal, maka harga tembaga diprediksi kembali stabil meskipun cenderung menguat.
Sekadar catatan, Presiden Direktur PTFI Tony Wenas sebelumnya menyebut smelter katoda tembaga Freeport di kompleks Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Manyar, Gresik, Jawa Timur akan beroperasi pada akhir Juli dan bakal optimal pada Desember.
Tony menekankan hilirisasi di sektor pertambangan, khususnya tembaga, sudah mencapai titik akhir. Tantangan selanjutnya yakni membangun industri manufaktur berbasis logam untuk menyerap atau menjadi offtaker produk hasil olahan dalam negeri.
“Dan hilirisasi dari sektor tambang itu sudah final. Hilirisasi lanjutan yang kita butuhkan yaitu di manufacturing side. Kalau kami kan 99,99% metal sudah diproduksi,” ujarnya ditemui di Kompleks Parlemen, Rabu (16/7/2025).
Harga Bullish
Dihubungi secara terpisah, analis Komoditas dan Founder Traderindo Wahyu Laksono memprediksi insiden di tambang Codelco berpotensi mengkerek harga tembaga dunia di atas US$10.000/ton.
Bahkan, dia memprediksi harga tembaga bisa tembus US$12.000/ton dalam beberapa tahun ke depan jika insiden tersebut menyebabkan defisit pasokan tembaga dunia.
“Tembaga telah berada dalam tren kenaikan jangka panjang yang kuat sejak awal 2021, dengan koreksi yang sehat. Harga saat ini berada di level yang signifikan. Insiden Codelco memberikan dorongan bullish tambahan pada pasar yang sudah memiliki fundamental kuat,” kata Wahyu.
Menurut dia, dalam beberapa pekan kedepan harga tembaga akan melonjak ke level US$9.719/ton dengan level resistensi terdekat di sekitar US$10.000/ton hingga US$10.200/ton.
“Akan ada volatilitas yang tinggi. Harga bisa melonjak tajam, tetapi juga bisa terkoreksi cepat jika ada berita klarifikasi dari Codelco mengenai skala dan durasi penghentian produksi, atau jika ada data ekonomi global yang kurang mendukung,” tegasnya.
Untuk diketahui, Raksasa pertambangan Cile, Codelco, bergulat dengan dampak kecelakaan mematikan di salah satu tambang bawah tanah terbesar di dunia pada Kamis pekan lalu.
Enam orang tewas dalam runtuhnya terowongan yang dipicu oleh gempa bumi di El Teniente, yang menyumbang lebih dari seperempat produksi Codelco.
Operasi bawah tanah dihentikan dan — dengan perusahaan meluncurkan penyelidikan atas penyebabnya — tidak jelas berapa lama penghentian ini akan berlangsung atau apakah akan memicu perubahan pada target produksi Codelco.
El Teniente memproduksi 356.000 ton tembaga tahun lalu, menjadikannya tambang tunggal terbesar Codelco. Volume tersebut setara dengan lebih dari sebulan impor tembaga olahan dari China.
Adapun, tembaga di London Metal Exchange (LME) diperdagangkan sebesar US$9.687 per ton pada hari ini atau naik 0,59% dari penutupan Senin kemarin. (azr/wdh)