PT Freeport Indonesia (PTFI) masih menghentikan kegiatan operasi tambang di sejumlah area yang tidak terdampak longsoran lumpur bijih atau wet muck dari insiden Grasberg Block Cave (GBC).
Sejumlah tambang itu di antaranya Big Gossan dan Deep Mill Level Zone (DMLZ). VP Corporate Communications PTFI Katri Krisnati mengatakan perseroannya tengah melakukan perawatan dan evaluasi atas dua tambang tersebut.
Katri menerangkan perawatan dan evaluasi itu dilakukan untuk memastikan keselamatan dan kesiapan tambang sebelum kembali beroperasi nantinya.
“Sejak terjadinya insiden luncuran material basah di area tambang bawah tanah Grasberg Block Cave, hingga saat ini PT Freeport Indonesia masih menghentikan sementara seluruh kegiatan operasional di tambang bawah tanah,” kata Katri ketika dihubungi Bloomberg Technoz, Selasa (28/10/2025).
Perusahaan mencatat produksi hasil tambang Freeport sepanjang Januari hingga September 2025 mencapai 966 juta pound tembaga dan 876.000 ounces emas.
Katri mengungkapkan, gegara longsor yang terjadi saat ini perusahaan sedang menyesuaikan rencana produksi.
Penghentian seluruh tambang Freeport tersebut juga membuat pasokan tembaga ke smelter katoda tembaga di Gresik, Jawa Timur terhenti. Dengan begitu, operasional smelter tersebut hingga kini masih berhenti.
“Penghentian ini berdampak pada terhentinya produksi konsentrat yang mengakibatkan operasi Smelter PTFI di Gresik, Jawa Timur, juga turut berhenti sementara karena tidak adanya pasokan konsentrat dari tambang,” tegas dia.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan kementeriannya masih melakukan investigasi penyebab insiden longsoran lumpur bijih atau wet muck di area tambang bawah tanah GBC.
Bahlil menerangkan investigasi itu difokuskan untuk sejumlah area yang menjadi konsentrasi longsoran. Sementara itu, Bahlil menuturkan, kementeriannya turut mengkaji kemungkinan untuk membuka kegiatan tambang pada area yang tidak terdampak longsoran lumpur.
“Masih dalam penelitian kembali penyebab musibahnya apa, tetapi di area lain yang tidak ada musibahnya, coba kita melakukan penyelesaian,” kata Bahlil kepada awak media di Jakarta, Jumat (24/10/2025).
“Agar produksinya bisa kita cek, kalau memang sudah bisa [produksi] kita lakukan, kalau belum, kita lakukan perbaikan,” kata Bahlil.
Butuh Waktu
Sebelumnya, FCX memperkirakan pemulihan operasi tambang bawah tanah GBC baru bisa dicapai sepenuhnya pada 2027.
Menurut keterangan resmi emiten tambang berkode FCX di New York Stock Exchange (NYSE) itu, insiden longsoran lumpur bijih atau wet muck membuat infrastruktur pendukung produksi di GBC rusak.
Konsekuensinya, PTFI mesti menunda produksi dalam jangka pendek pada kuartal IV-2025 dan sepanjang 2026 dari areal tambang ini.
“Hingga perbaikan selesai dan restart bertahap dapat dilakukan. Tingkat operasi sebelum insiden berpotensi dicapai kembali pada 2027,” tulis Freeport-McMoRan Inc dalam keterangan resmi.
Menurut laporan Freeport-McMoRan Inc, badan bijih GBC mewakili 50% dari cadangan terbukti dan terduga PTFI per 31 Desember 2024, serta sekitar 70% dari proyeksi produksi tembaga dan emas hingga 2029.
Insiden longsoran lumpur bijih yang terjadi di blok produksi PB1C itu turut merusak infrastruktur pendukung pada areal produksi lainnya.
Saat ini, PTFI memperkirakan tambang Big Gossan dan Deep MLZ yang tidak terdampak dapat kembali beroperasi pada pertengahan kuartal IV 2025, sementara pengembalian operasi bertahap tambang GBC dijadwalkan pada paruh pertama 2026.
Konsekuensinya, penjualan tembaga dan emas PTFI bakal terbatas pada kuartal IV-2025, jauh di bawah estimasi sebelumnya yaitu 445 juta pon tembaga dan 345.000 ounces emas.
Sementara itu, pembukaan kembali kegiatan operasi GBC dimulai di tiga blok produksi di antaranya PB2 pada paruh pertama 2026, disusul PB3 dan PB1S pada paruh kedua 2026 dan PB1C menyusul pada 2027.
“Dalam skenario ini, produksi PTFI di 2026 berpotensi sekitar 35% lebih rendah dibandingkan estimasi sebelumnya (1,7 miliar pon tembaga dan 1,6 juta ounces emas,” tulis manajemen Freeport McMoRan. (azr/naw)
