Harga batu bara lagi-lagi tumbang.
Merujuk Refinitiv, harga batu bara pada perdagangan Rabu (1/10/2025) melemah 0,69% ke US$ 107,8 per ton. Pelemahan ini memperpanjang tren negatif harga batu bara yang melemah 0,87% dalam dua hari beruntun.
Harga batu bara menurun akibat surplus pasokan, terutama dari China dan India, serta melemahnya permintaan dari Eropa.
Harga batu bara termal di lokasi tambang (mine-mouth) China merosot seiring permintaan yang melambat karena liburan dan aktivitas ekonomi yang meredup.
Momen liburan menyebabkan utilitas/pembangkit listrik menunda pembelian batu bara, mengurangi tekanan permintaan jangka pendek.
China akan memasuki liburan nasional besar yaitu Golden Week Oktober yang menyatukan perayaan Hari Nasional dan Festival Tengah Musim Gugur (Mid-Autumn Festival). Liburan berlangsung 1 Oktober hingga 8 Oktober 2025.
Sektor domestik di China menunjukkan pasokan yang relatif stabil, sehingga tekanan eksternal terhadap harga lebih terasa. Produksi energi terbarukan (khususnya tenaga air/hidro) yang meningkat juga menjadi substitusi yang mengurangi kebutuhan pembakaran batu bara.
Di pasar regional Asia, rally panjang harga batu bara yang didorong oleh pembelian China yang sempat terjadi pekan lalu mulai memudar seiring stabilisasi harga domestik dan melemahnya permintaan musiman.
Di sisi impor, China sempat memperkuat pembelian batu bara laut (seaborne) ketika pasokan domestik terbebani, tapi efeknya bersifat sementara akibat tekanan harga domestik yang tinggi.
Menjelang liburan, perusahaan listrik di China sebenarnya meningkatkan frekuensi tender impor batu bara (thermal coal) dari Indonesia, terutama jenis low-CV (nilai kalor rendah), karena batu bara impor masih punya keunggulan harga dibandingkan batu bara domestik.
Namun, meski tender makin aktif, penawaran harga (bids) cenderung lebih rendah. Artinya, pembeli di China mencoba menawar harga yang lebih murah, menekan margin pemasok.
Salah satu alasan impor dari Indonesia adalah bahwa harga batu bara domestik lokal di China relatif tinggi atau kurang kompetitif dibandingkan barang impor dari Indonesia.
Namun, utilitas listrik di China pada saat yang sama memiliki stok batu bara yang sudah tinggi, dan konsumsi belum menunjukkan lonjakan yang signifikan menjelang liburan. Artinya, kebutuhan mendesak tidak terlalu besar, sehingga daya tawar pembeli tetap kuat.
Selain dari China, Kanada juga memberi kabar buruk. Ekspor batu bara Kanada turun 6,1 % (yoy) di April 2025. Data ini menjadi salah satu sinyal perlambatan ekspor dari produsen luar. CNBC INDONESIA RESEARCH (mae/mae)