Pakar industri minerba meminta pemerintah menunda rencana akuisisi 12% saham PT Freeport Indonesia (PTFI), usai perseroan melaporkan bahwa tambang Grasberg Block Cave (GBC) baru bisa beroperasional normal pada 2027 usai mengalami longsor berat beberapa belum lama ini.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi & Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar berpendapat penambahan saham Freeport di atas 10% tidak mendesak dan bukan prioritas untuk dilakukan dalam waktu dekat.
Terlebih, pemerintah melalui holding BUMN pertambangan, PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID), saat ini telah memegang saham Freeport sebesar 51,2%.
“Jadi dengan kondisi Freeport baru bisa operasi normal pada 2027, bisa menjadi pertimbangan ulang urgensi menambah saham,” kata Bisman ketika dihubungi, dikutip Senin (29/9/2025).
Dalam kaitan itu, Bisman memprediksi penurunan produksi yang terjadi akibat tambang GBC tidak beroperasi normal akan menurunkan pendapatan dan keuntungan yang didapat pemegang saham Freeport secara signifikan.
Apalagi, kata dia, sebagian besar hasil tambang yang diproduksi Freeport berasal dari tambang Grasberg Block Cave.
“Pemerintah perlu mengkaji dan mempertimbangkan ulang rencana akuisisi menambah 12% saham, terutama jika harganya mahal maka menjadi tidak prospek menambah saham tersebut,” pungkas dia.
Setoran Dividen
Dihubungi terpisah, Direktur NEXT Indonesia Center Herry Gunawan berpendapat penurunan produksi yang terjadi di Freeport berpotensi mengurangi keuntungan perusahaan, sehingga dividen yang dibagikan ke negara juga menurun.
Di sisi lain, jika telah menjadi pemegang saham mayoritas, pemerintah juga berpotensi menanggung biaya perbaikan tambang apabila beban tersebut dialihkan ke pemilik saham.
Dia menjelaskan penambahan biaya untuk perbaikan tambang dan tambahan biaya operasional umumnya tidak serta merta dibebankan ke pemegang saham, dalam hal ini MIND, sebab Freeport seharusnya sudah memiliki perencanaan melalui kas dan aset yang dimiliki.
Akan tetapi, Herry memandang beban biaya tersebut bisa saja dialihkan ke pemegang saham dalam rangka tambahan modal.
“Untuk keperluan ini, maka pemegang saham akan terkena beban dari kebutuhan modal tambahan itu. Pemegang saham terbesar akan membayar lebih besar, kecuali bersedia sahamnya terdilusi,” kata Herry.
Terkait dengan potensi penurunan dividen yang diterima negara akibat anjloknya produksi emas dan tembaga Grasberg, Herry menilai perhitungan dividen biasanya diukur melalui rasio dividen terhadap laba perusahaan.
Dengan demikian, pemerintah tak serta-merta akan mendapatkan dividen yang lebih rendah imbas gangguan operasional.
Dengan begitu, jika rapat umum pemegang saham (RUPS) memutuskan rasio dividen terhadap laba bersih perusahaan lebih tinggi dari tahun sebelumnya –setelah memperhitungkan rencana investasi– maka pemerintah tetap bisa menerima dividen yang meningkat ataupun sama dengan tahun sebelumnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sudah menyatakan keputusan akhir pemerintah terkait dengan akuisisi tambahan saham di PTFI akan dirampungkan pada Oktober tahun ini.
“Nah, tahapan-tahapan ini yang sekarang kita lakukan. Nanti kalau sudah selesai, saya rencana mungkin pada awal Oktober, baru kami akan melakukan final dengan pihak Freeport,” kata Bahlil kepada awak media di kantor Kementerian ESDM, Jumat (26/9/2025).
Lebih lanjut, Bahlil mengaku sudah bertemu dengan direksi Freeport-McMoRan Inc. dan Freeport Indonesia awal pekan lalu untuk membahas perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PTFI selepas 2041, serta rencana akuisisi saham oleh pemerintah tersebut.
Selain itu, dia mengungkapkan sebagian saham yang diakuisisi negara melalui MIND ID akan diberikan kepada badan usaha milik daerah (BUMD) di Papua.
Lebih lanjut, dia menjelaskan pemerintah berminat menambah kepemilikan saham di Freeport sebab perusahaan tambang asal Arizona tersebut diprediksi mencapai puncak produksinya di Papua pada 2035.
Di sisi lain, Bahlil juga menawarkan Freeport untuk memperpanjang IUPK-nya yang berakhir pada 2041. Dia beralasan kedua hal tersebut dibutuhkan untuk memberikan kepastian kepada pemerintah dan PTFI bahwa eksplorasi masih bisa dilanjutkan untuk mempertebal cadangan perseroan.
“Kalau tidak segera kita perpanjang, maka puncak produksi daripada Freeport ini itu pada 2035. Begitu 2035, dia akan menurun. Begitu dia akan menurun, dampaknya kepada produktivitas dari para perusahaan dan juga pendapatan negara, lapangan pekerjaan, dan juga ekonomi di daerah dan nasional,” ucapnya.
“Kami telah melakukan [pembicaraan] dengan Bapak Presiden dan Bapak Presiden sudah memberikan arahan; di mana salah satu tawarannya adalah ada penambahan saham kurang lebih di atas 10%,” lanjut Bahlil.
Sebelumnya, Freeport-McMoRan memperkirakan pemulihan operasi tambang bawah tanah GBC baru bisa dicapai sepenuhnya pada 2027.
Menurut keterangan resmi emiten tambang berkode FCX di NYSE itu, insiden longsoran lumpur bijih atau wet muck membuat infrastruktur pendukung produksi di GBC rusak.
Konsekuensinya, PT Freeport Indonesia (PTFI) mesti menunda produksi dalam jangka pendek pada kuartal IV-2025 dan sepanjang 2026 dari areal tambang ini.
“Hingga perbaikan selesai dan restart bertahap dapat dilakukan. Tingkat operasi sebelum insiden berpotensi dicapai kembali pada 2027,” tulis Freeport-McMoRan Inc dalam keterangan resmi, pekan lalu.
Menurut laporan Freeport-McMoRan Inc, badan bijih GBC mewakili 50% dari cadangan terbukti dan terduga PTFI per 31 Desember 2024, serta sekitar 70% dari proyeksi produksi tembaga dan emas hingga 2029.
Insiden longsoran lumpur bijih yang terjadi di blok produksi PB1C itu turut merusak infrastruktur pendukung pada areal produksi lainnya.
“Informasi yang tersedia saat ini belum cukup untuk menyusun estimasi produksi baru,” tulis manajemen Freeport-McMoRan Inc.
Saat ini, PTFI memperkirakan tambang Big Gossan dan Deep MLZ yang tidak terdampak dapat kembali beroperasi pada pertengahan kuartal IV 2025, sementara pengembalian operasi bertahap tambang GBC dijadwalkan pada paruh pertama 2026.
Konsekuensinya, penjualan tembaga dan emas PTFI bakal terbatas pada kuartal IV-2025, jauh di bawah estimasi sebelumnya yaitu 445 juta pon tembaga dan 345.000 ons emas.
Sementara itu, pembukaan kembali kegiatan operasi GBC dimulai di tiga blok produksi di antaranya PB2 pada paruh pertama 2026, disusul PB3 dan PB1S pada paruh kedua 2026 dan PB1C menyusul pada 2027.
“Dalam skenario ini, produksi PTFI di 2026 berpotensi sekitar 35% lebih rendah dibandingkan dengan estimasi sebelumnya; 1,7 miliar pon tembaga dan 1,6 juta ons emas,” tulis manajemen Freeport McMoRan.
Untuk diketahui, CEO BPI Danantara Rosan Perkasa Roeslani mengonfirmasi pemerintah berencana menambah kepemilikan saham di Freeport sebesar 12%, lebih banyak dari rencana sebelumnya sebesar 10%.
Tidak hanya itu, Rosan mengklaim divestasi saham PTFI ke pemerintah melalui MIND ID dilakukan tanpa biaya.
“Free of charge [biaya akuisisi-nya]. Mantep kan, kalau dulu 10% sekarang 12%,” kata Rosan ditemui awak media di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (16/9/2025).
Rosan memastikan penambahan saham sebesar 12% tersebut ditarget rampung dalam waktu dekat. Saat ini, pemerintah tinggal menunggu restu dari Presiden Prabowo Subianto untuk memfinalisasi rencana itu.
Saat ini, pemerintah melalui MIND ID baru menggenggam sekitar 51,2% saham di Freeport Indonesia. Dengan begitu, tambahan saham sekitar 12% tersebut akan menambah porsi kepemilikan menjadi lebih dari 63,2%. (azr/wdh)