Harga batu bara kontrak Desember melandai dua hari perdagangan beruntun.
Merujuk Refintiv, harga batu bara pada perdagangan Senin (10/11/2025) ditutup di posisi US$ 112,75 per ton atau anjlok 1,18%. Pelemahan ini memperpanjang tren n egatif harga batu bara dengan melemah 1,7% dalam dua hari terakhir.
Data menunjukkan bahwa empat negara pengimpor batu bara terbesar, India, Jepang, dan Korea Selatan diperkirakan akan mencatat penurunan impor pada Oktober dibandingkan September. Hal ini terutama disebabkan oleh kenaikan harga batu bara dalam beberapa bulan terakhir, karena terdapat jeda waktu beberapa minggu antara pemesanan kargo dan pengiriman fisik.
Sementara itu, China memberi sinyal akan tetap bergantung pada pembangkit listrik tenaga batu bara selama beberapa dekade, dengan menargetkan puncak permintaan pada 2030 dan membalikkan sinyal sebelumnya yang mengindikasikan pengurangan lebih cepat.
Sikap ini mencerminkan ketergantungan berkelanjutan terhadap batu bara di ekonomi Asia lainnya dan di Eropa, didorong oleh pasokan listrik yang volatil serta meningkatnya permintaan energi akibat pertumbuhan pusat data.
Harga Batu Bara Masih Melonjak di China, Cuaca Dingin Menghantui
Harga batu bara tetap melemah meski ada kabar baik dari China. Harga batu bara kokas (coking coal) di China kembali melesat dan mencapai level tertinggi dalam setahun pada pekan ini, didorong oleh pasokan yang mengetat dan permintaan kuat dari industri baja.
Kenaikan ini memperpanjang tren penguatan yang telah terjadi sejak kuartal III/2025, di tengah gangguan produksi domestik dan impor yang terbatas.
Harga acuan coking coal di Dalian Commodity Exchange (DCE) melonjak ke level tertinggi tahun berjalan, sementara kontrak berjangka batu bara kokas dan coke (produk turunan untuk baja) juga naik signifikan sepanjang pekan.
Sejumlah tambang di provinsi penghasil utama seperti Shanxi, Shaanxi, dan Mongolia Dalam mengalami pengurangan output akibat pemeriksaan keselamatan tambang (mine safety checks). Pengawasan ketat untuk mencegah kecelakaan membuat pasokan batu bara kokas mentah (coking coal raw) ke pabrik baja menurun.
Di sisi lain, impor dari Mongolia yang jadi pemasok utama China mengalami hambatan logistik saat cuaca ekstrem dan antrean panjang di perbatasan. Sementara itu, pasokan dari Australia belum kembali ke tingkat normal karena ketatnya pasar global dan prioritas ekspor ke Jepang, India, dan Korea Selatan.
Industri baja China mulai menunjukkan pemulihan permintaan, terutama dari sektor konstruksi dan infrastruktur. Pabrik baja meningkatkan pembelian coke dan coking coal untuk mengamankan persediaan menjelang musim dingin.
Pelaku pasar memperkirakan bahwa harga berpotensi tetap tinggi dalam 2-4 minggu ke depan karena pasokan masih ketat akibat inspeksi keselamatan tambang, permintaan baja diperkirakan tetap solid, serta impor belum sepenuhnya pulih.
Namun, jika pemerintah China mengeluarkan kebijakan untuk menambah kuota produksi atau mempercepat impor dari Mongolia & Rusia, tekanan harga bisa mereda.
Tak hanya kokas, harga batu bara termal di China kembali melesat ke level tertinggi dalam 11 bulan pada pekan ini.
Lonjakan harga didorong oleh kombinasi pasokan yang ketat dan peningkatan permintaan dari sektor kelistrikan menjelang puncak musim dingin. Reli harga semakin menegaskan sentimen bullish di pasar batu bara domestik China sejak awal kuartal IV/2025.
Harga batu bara termal Qinhuangdao (QHD) yang jadi patokan utama pasar domestic, naik ke level tertinggi dalam beberapa bulan. Sementara itu, kontrak berjangka batu bara termal di Zhengzhou Commodity Exchange (ZCE) memperpanjang kenaikan mingguan berturut-turut.
Berkurangnya suhu di wilayah utara China memicu peningkatan konsumsi listrik, terutama untuk pemanas ruangan. Perusahaan utilitas mempercepat penumpukan stok (stockpiling) untuk mengamankan pasokan menghadapi periode musim dingin.
Stok batu bara di pembangkit listrik dan pelabuhan utama China turun dari rata-rata historis, memicu kekhawatiran pasar bahwa penawaran tidak akan mampu mengikuti permintaan jika cuaca ekstrem terjadi pada Desember-Januari.
Permintaan China yang tinggi membuat harga batu bara impor, terutama dari Indonesia dan Australia, ikut terkerek naik, meskipun nilai tukar yuan melemah terhadap dolar.
Lonjakan harga terlihat baik di pasar spot maupun futures, dengan kenaikan tajam pada kontrak batu bara termal di Zhengzhou Commodity Exchange (ZCE) dan harga spot di pelabuhan-pelabuhan utama seperti Qinhuangdao (QHD).
Suhu dingin di wilayah utara China meningkatkan konsumsi listrik, terutama untuk pemanas rumah dan fasilitas umum. Utilitas menggenjot pembelian untuk menambah stok guna memastikan keamanan pasokan selama periode puncak musim dingin.
Stok batu bara di pembangkit listrik dan pelabuhan turun di bawah rata-rata historis untuk periode yang sama. Kekhawatiran muncul bahwa persediaan dapat menipis lebih cepat jika gelombang udara dingin lanjutan terjadi. CNBC INDONESIA RESEARCH (mae/mae)
