Harga Batu Bara Kembali Membara, Terima Kasih India

Harga batu bara melanjutkan tren positif dengan menguat selama dua hari beruntun.

Merujuk Refinitiv, harga batu bara kontrak September pada perdagangan kemarin, Selasa (26/8/2025) ditutup di US$ 110,8 per ton atau menguat 0,05%.

Penguatan ini ditopang kabar positif dari China dan India, keduanya adalah konsumen terbesar batu bara di dunia.

Pasar kokas domestik China tengah mengalami kenaikan harga serentak di berbagai wilayah. Lonjakan harga ini dipicu pembatasan produksi karena aturan lingkungan, konsensus asosiasi industri, hingga tarik-menarik pandangan bullish dan bearish di pasar berjangka.

Kontrak utama batubara kokas pada perdagangan Selasa sempat berfluktuasi tipis di atas level CNY1.200. Sehari sebelumnya, Asosiasi Industri Kokas China menggelar rapat khusus dan menyepakati kenaikan harga kokas mulai 26 Agustus.

Langkah ini menandai putaran kenaikan harga ketujuh sejak awal tahun, bahkan muncul tanda dimulainya putaran kedelapan. Wilayah seperti Shandong dan Xingtai, Hebei langsung mengikuti penyesuaian harga dengan besaran serupa.

Di Henan, pemerintah provinsi memberlakukan pembatasan produksi 20-35% pada 25 Agustus – 3 September 2025, memperketat pasokan regional.

Sementara itu, wilayah Shanxi meningkatkan kapasitas logistik batubara kokas. Kuota warehouse receipt naik dari 90 ribu ton menjadi 180 ribu ton, kapasitas pengiriman harian dari 6 ribu ton menjadi 12 ribu ton. Langkah ini diharapkan menambah likuiditas pasar berjangka sekaligus menjaga ekspektasi stabil.

Impor India Mulai Naik

Impor batubara India meningkat 1,5% pada periode April-Juni 2025 atau kuartal I-2025/2026, mencapai 76,40 juta ton (MT) dibandingkan 75,26 MT pada periode yang sama tahun lalu.

Kenaikan ini terjadi meskipun pemerintah terus mendorong peningkatan produksi batubara domestik dan mengurangi ketergantungan negara pada bahan bakar impor.

Khusus pada Juni saja, impor batubara naik menjadi 23,91 ton, berkontribusi terhadap kenaikan kuartalan secara keseluruhan. Tren ini menunjukkan adanya tantangan berkelanjutan dalam upaya India mencapai swasembada pasokan batubara, yang masih menjadi bahan bakar penting bagi sektor pembangkit listrik di negara tersebut.

Coal India Limited (CIL), perusahaan tambang milik negara yang memproduksi lebih dari 80% batubara India, melaporkan penurunan produksi 8,5% pada Juni. Perusahaan menyebut penurunan signifikan ini disebabkan gangguan terkait musim hujan yang memengaruhi operasi tambang di sejumlah wilayah penghasil batubara.

Musim hujan biasanya menimbulkan kendala operasional di tambang Batubara yakni adanya banjir di tambang terbuka (open-cast mines). Persoalan lainnya adalah kendala transportasi akibat jalan tergenang air serta berkurangnya jam kerja karena faktor keselamatan.

Penurunan produksi ini terjadi di saat India sedang berupaya meningkatkan output domestik untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus tumbuh sekaligus mengurangi arus keluar devisa akibat impor.

Meski impor meningkat dan produksi CIL turun, pejabat pemerintah menyatakan ketersediaan batubara masih cukup untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Pemerintah menegaskan bahwa lonjakan impor saat ini bersifat sementara dan tidak mencerminkan tren jangka panjang.

Kementerian Batubara sebelumnya telah mengambil berbagai langkah untuk mendorong produksi domestik, seperti mempercepat izin lingkungan bagi proyek tambang, memperbaiki infrastruktur transportasi, serta mendorong partisipasi swasta dalam penambangan batubara komersial.

Kenaikan impor batubara ini memunculkan pertanyaan tentang strategi keamanan energi India.

Sebagai salah satu konsumen batubara terbesar di dunia, ketergantungan India pada impor membuat negara ini rentan terhadap fluktuasi harga internasional dan gangguan pasokan.

Analis energi menekankan bahwa meskipun kenaikannya hanya 1,5%, itu berarti tambahan sekitar 1,14 juta ton batubara impor. Dengan harga internasional saat ini, jumlah tersebut berimplikasi pada arus keluar devisa yang signifikan.

Sektor ketenagalistrikan tetap menjadi konsumen terbesar batubara di India, dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) menghasilkan sekitar 70% listrik nasional. Gangguan pasokan batubara langsung berdampak pada kapasitas pembangkit dan output industri.

Data ini menyoroti keseimbangan kompleks yang harus dijaga India antara memenuhi kebutuhan energi jangka pendek melalui impor sambil mengembangkan kapasitas produksi domestik jangka panjang. Di sisi lain, ketika India juga mengejar target ambisius energi terbarukan, peran batubara dalam bauran energi nasional tetap menjadi fokus kebijakan.

Dengan musim hujan yang berlanjut hingga September, pelaku industri akan mencermati apakah produksi domestik dapat pulih dalam beberapa bulan mendatang atau justru ketergantungan pada impor semakin meningkat. CNBC INDONESIA RESEARCH (mae/mae)

Sumber:

– 27/08/2025

Temukan Informasi Terkini

Harga Tembaga Jatuh, Bagaimana Prospek Emiten Produsen Tembaga?

baca selengkapnya

Eramet Bantah Akuisisi Smelter Huayou, Tapi Peluang Tetap Terbuka

baca selengkapnya

Reklamasi Lahan Bekas Tambang per Juni Capai 80% dari Target 2025

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top