Harga batu bara semakin anjlok di tengah melemahnya permintaan.
Merujuk Refinitiv, harga batu bara pada perdagangan Selasa (7/10/2025) ditutup di posisi U$ 106,4 per ton atau melemah 0,70%.
Pelemahan ini memperpanjang tren negative harga batu bara dengan melemah 1,48% dalam dua hari beruntun.
Harga batu bara terus melemah karena belum ada sentiment positif.
Beberapa pabrik baja di China terutama di wilayah utara seperti Hebei dan Tianjin memang mulai melaporkan kenaikan harga kokas (met coke) sebelum liburan nasional (National Day). Namun, konsumsi baja jadi produk akhir (finished steel) terpantau lemah, yang membatasi kenaikan harga kokas lebih lanjut.
Meskipun sebagian pabrik baja sudah menerima kenaikan, terdapat resistensi dari pembeli karena tekanan margin dan stok produk baja yang menumpuk.
Sementara itu, penurunan penjualan atau permintaan yang melambat (cooling sales) di sektor listrik dan industri China menjadi ancaman bagi harga thermal coal yang dijual di area tambang (mine-mouth prices).
Meskipun produksi batu bara tetap tinggi, tekanan dari sisi permintaan domestik membuat margin produsen menjadi tipis dan mendorong stagnasi atau penurunan harga lokal.
Persaingan dari impor batu bara juga memberi tekanan tambahan impor yang relatif murah bisa mengikis daya tawar batu bara domestik.
Data dari situs industri batu bara (Sxcoal) menyebut bahwa pasar batu bara thermal domestik China terjebak dalam kondisi stagnan, di mana kelebihan pasokan struktural bersaing dengan ekspektasi permintaan puncak musiman.
Di masa transisi antara musim panas ke musim dingin, penggunaan listrik menurun. Sementara itu, pembangkit hidro makin efisien dan suplai bersih (renewables) turut mengurangi ketergantungan terhadap batu bara.
Beberapa produsen domestik mendapat kelonggaran produksi atau percepatan kuota ekspor untuk merespon pasokan berlebih, yang turut mendinginkan pasar spot lokal.
Jika tren penjualan melambat terus berlanjut, harga mine-mouth bisa mengalami tekanan penurunan jangka menengah terutama bagi tambang yang berada jauh dari pusat demand atau yang biaya produksinya tinggi.
Produsen yang margin operasionalnya tipis mungkin akan menahan volume produksi, melakukan efisiensi biaya, atau menunda investasi baru.
Bagi eksportir batu bara seperti Indonesia atau Australia, pelemahan harga domestik China bisa membuat batu bara impor menjadi kurang menarik, sehingga kemungkinan terjadi penurunan ekspor atau persaingan harga makin ketat. CNBC INDONESIA RESEARCH (mae/mae)