Strategi ekspansi menjadi fokus utama emiten pertambangan emas untuk memperkuat kapasitas produksi dan portofolio aset. Hal itu dilakukan sembari memanfaatkan momentum harga emas yang berada di level tertingginya sepanjang masa.
PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA), misalnya, tengah mengembangkan tambang bawah tanah di Tujuh Bukit, Banyuwangi, dan proyek tambang emas Pani yang dikelola PT Merdeka Gold Resources Tbk. (EMAS) di Gorontalo.
Sementara itu, PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS) berencana menarik pinjaman sindikasi senilai US$600 juta untuk mendanai proyek tambang bawah tanah di Palu serta kegiatan eksplorasi dan pembangunan pabrik.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta Utama, mengatakan bahwa langkah ekspansi yang dilakukan kedua emiten diharapkan mampu memperkuat kapasitas produksi, portofolio aset, serta kegiatan eksplorasi guna meningkatkan harga jual rata-rata (average selling price/ASP).
Nafan melihat potensi kenaikan harga emas juga memberikan peluang besar bagi emiten tambang. Pasalnya, Goldman Sachs memproyeksikan harga maksimum emas berpotensi mencapai US$5.000 per troy ounce sampai dengan 2026.
“Sejauh ini, kinerja fundamental BRMS cukup bagus dan MDKA diharapkan menyusul. Terpenting ekspansi dilakukan untuk memperkuat kinerja perusahaan sehingga mampu menjadi katalis positif,” ucap Nafan, Selasa (11/11/2025).
Berdasarkan hasil eksplorasi dan studi kelayakan, tambang bawah tanah MDKA di Tujuh Bukit diproyeksikan mengolah 24 juta ton bijih per tahun. Produksi tahunannya ditaksir mencapai 110.000 ton tembaga dan 350.000 ounces emas.
Jika beroperasi sesuai rencana, fasilitas ini berpotensi menyumbang 15% dari total produksi tembaga nasional. Sebagai pembanding, PT Freeport Indonesia memproduksi sekitar 600.000 ton tembaga per tahun, sementara PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) 200.000 ton dari Tambang Batu Hijau.
Tom Malik, Head of Corporate Communication Merdeka Copper Gold, menyampaikan bahwa eksplorasi Tujuh Bukit bawah tanah telah berlangsung sejak 2018 dengan investasi awal US$200 juta. Adapun total investasi pengembangan diperkirakan tembus US$1,5 miliar atau setara Rp24,99 triliun.
“Dengan proyeksi produksi 110.000 ton tembaga per tahun dari Tujuh Bukit bawah tanah, MDKA akan menempatkan diri sebagai produsen tembaga terbesar ketiga di Indonesia,” ujarnya di Banyuwangi, Jawa Timur, pekan lalu.
Selain itu, entitas anak perseroan yakni EMAS tengah mengembangkan proyek tambang emas Pani yang diperkirakan mulai beroperasi pada kuartal I/2026. Sejauh ini, EMAS itu telah berinvestasi US$208,7 juta untuk tambang Pani.
“Merdeka Grup memiliki proyek-proyek besar yang masih berjalan. Jadi, ke depan pasti akan ada aksi korporasi untuk pengembangannya, termasuk di tambang Tujuh Bukit bawah tanah,” pungkas Tom Malik.
Hingga kuartal III/2025, tambang emas Tujuh Bukit membukukan produksi 25.338 ounces dengan harga jual rata-rata US$3.275 per ounces, sehingga menghasilkan pendapatan sebelum audit US$104 juta per kuartal III/2025.
Sementara itu, proyek emas Pani mencapai kemajuan 83% dengan penambangan dimulai per Oktober dan penumpukan bijih pertama pada November 2025.
“Proyek tembaga Tujuh Bukit dan tambang emas Pani merupakan peluang pertumbuhan berskala besar yang akan membawa kemajuan bagi perseroan,” ujar Presiden Direktur Merdeka Copper Gold, Albert Saputro.
Strategi Ekspansi Bumi Resources (BRMS)
Sementara itu, PT Bumi Resources Tbk. (BRMS) berencana menarik fasilitas pinjaman sindikasi dari perbankan asing dan lokal senilai US$600 juta untuk mendukung rencana ekspansi perusahaan.
Presiden Direktur BRMS Agoes Projosasmito menjelaskan bahwa sekitar setengah dari dana pinjaman tersebut bakal dialokasikan untuk proyek tambang emas bawah tanah atau underground mining di Palu, Sulawesi Tengah.
Sementara itu, sisa dana akan digunakan untuk kegiatan eksplorasi dan pembangunan fasilitas pabrik di Gorontalo Minerals, serta pabrik di Linge Mineral Resources selaku pengelola tambang emas dan perak.
“Kalau bisa akhir bulan ini [pinjaman] saya akan drawdown supaya cepat dapat uang, pabriknya cepat selesai underground mining selesai dan saya bisa produksi cepat,” ucap Agoes saat ditemui di Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Menurutnya, kondisi keuangan BRMS cukup solid untuk memenuhi kewajiban pinjaman. Sebab, hingga kuartal III/2025, BRMS meraih laba usaha US$69,71 juta dengan laba bersih naik129% secara tahunan menjadi US$37,61 juta.
Dari sisi operasional, emiten tambang emas ini membukukan EBITDA US$76 juta atau melonjak 121,2% year on year (YoY) hingga akhir September 2025.
Di sisi lain, dengan beroperasinya proyek tambang bawah tanah di Palu, BRMS memperkirakan EBITDA akan meningkat menjadi US$150 juta–US$200 juta sehingga kewajiban pembayaran pinjaman dinilai bakal terkendali.
“Ditambah underground [mining], EBITDA kami nanti berada di kisaran US$200 juta. Kalau US$200 juta atau sebesar US$150 juta, pinjaman US$600 juta gampang dong dibayarnya,” pungkas Agoes.
Berdasarkan laporan keuangan akhir September 2025, perusahaan terafiliasi Salim Grup dan Bakrie tersebut membukukan kenaikan pendapatan sebesar 69% secara tahunan atau dari posisi US$108,47 juta menjadi US$183,57 juta.
Direktur & Chief Financial Officer BRMS Charles Gobel menyampaikan bahwa kenaikan kinerja keuangan perseroan disebabkan oleh dua faktor utama, yakni peningkatan volume produksi dan kenaikan harga jual emas.
“Produksi emas kami sebesar 25% dari 45.366 oz di kuartal III/2024 menjadi 56.552 oz di kuartal III/2025. Kedua, harga jual emas juga meningkat sebesar 34% dari US$2.347 menjadi US$3.156,” ucapnya, Rabu (29/10/2025).
Secara kuartalan, kinerja BRMS tercatat relatif stabil. Pendapatan pada kuartal III/2025 mencapai US$62,7 juta dengan laba bersih US$15,35 juta, naik dibandingkan kuartal sebelumnya sebesar US$7,41 juta.
Produksi emas turut mencapai 17.558 oz pada kuartal III/2025, naik tipis dari 17.071 oz pada kuartal II/2025. Kadar emas dalam bijih yang diproses juga meningkat menjadi 1,5 gram per ton (g/t) dari 1,4 g/t pada kuartal sebelumnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca. Editor : Dwi Nicken Tari
