Harga Komoditas Energi Dibayangi Kecemasan Pasar, Cermati Prospeknya

HARGA komoditas energi seperti minyak mentah, gas alam, dan batubara mengalami tekanan dalam sebulan terakhir. Tekanan ini dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran resesi di Amerika Serikat serta eskalasi perang tarif antara AS dan China.

Mengacu pada data Trading Economics per Jumat (2/5), harga minyak mentah jenis WTI di pasar berjangka berada di kisaran US$ 58,290 per barel, turun 1,60% dalam sehari dan merosot 12,94% secara bulanan.

Minyak Brent juga mencatat penurunan 1,35% secara harian, diperdagangkan pada level US$ 61,290 per barel, dan melemah 12,62% dalam sebulan.

Sementara itu, harga gas alam tercatat naik 4,34% dibanding perdagangan sebelumnya, mencapai US$ 3,6300 per MMBtu.

Harga batubara juga mengalami kenaikan harian sebesar 0,51%, diperdagangkan pada level US$ 98,00 per ton. Meski demikian, secara bulanan, gas alam dan batubara masing-masing mencatat penurunan 12,28% dan 1,41%.

Menurut Pengamat Komoditas dan Founder Tradeindo, Wahyu Tribowo Laksono, tren bearish pada harga minyak masih berlanjut. Hal ini didorong oleh pasokan yang melimpah serta melemahnya pertumbuhan ekonomi global akibat ketegangan perdagangan antara AS dan China. 

“Ini berpotensi mengurangi proyeksi permintaan global,” jelas Wahyu kepada Kontan.co.id, Sabtu (3/5).

Rencana Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Dunia (OPEC+) untuk meningkatkan produksi sebesar 138.000 barel per hari mulai April turut memperkuat kekhawatiran kelebihan pasokan, yang berpotensi menekan harga. 

Dalam laporan bulanannya pada April, OPEC+ juga merevisi proyeksi permintaan minyak menjadi 1,3 juta barel per hari untuk tahun ini dan tahun depan.

Kendati demikian, pada perdagangan Jumat (2/5), harga minyak sempat mengalami kenaikan akibat spekulasi sanksi tambahan AS terhadap Iran pasca penundaan pembicaraan nuklir. Ketegangan ini berpotensi mengganggu pasokan global, meskipun akhirnya harga minyak kembali bergerak dalam tren bearish.

Adapun harga gas alam menunjukkan rebound, didorong oleh permintaan domestik di AS menjelang musim dingin. “Sehingga permintaan gas untuk pemanas meningkat dan mendominasi tren mingguan,” terang Wahyu.

Faktor global juga berpengaruh terhadap harga gas alam, seperti ketegangan konflik antara Rusia dan Ukraina serta gangguan di Laut Merah yang meningkatkan kekhawatiran terhadap pasokan global.

Wahyu memperkirakan harga gas alam akan tetap fluktuatif ke depan. Pasokan global yang cukup, khususnya dari AS, berpotensi membatasi kenaikan signifikan. Namun, permintaan musiman diperkirakan akan tetap menopang harga hingga kuartal IV-2025.

Sementara itu, tren pelemahan harga batubara dipicu oleh dinamika permintaan di kawasan Asia.

China dan India masih menjadi penggerak utama permintaan batubara untuk pembangkit listrik, terutama karena gelombang panas di Asia Tenggara seperti Thailand, Filipina, dan Vietnam yang meningkatkan konsumsi energi.

“Di samping itu, faktor cuaca, perang dagang, dan stimulus ekonomi China juga ikut berkontribusi dalam mendongkrak harga batubara,” ujar Wahyu.

Ke depan, harga batubara diperkirakan akan cenderung stabil atau mengalami sedikit kenaikan hingga akhir 2025.

Namun, tekanan dari kekhawatiran ekonomi global dan tren peralihan ke energi terbarukan diperkirakan akan membatasi potensi kenaikan signifikan.

Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, menilai bahwa bahkan tanpa adanya perang dagang, harga ketiga komoditas energi tersebut masih rentan terhadap tekanan karena pasokan yang melimpah.

“Ketidakpastian ini masih sangat besar, kecuali jika Trump membatalkan semua tarif termasuk keinginan mencaplok Greendland, Kanada, dan Kanal Panama,” jelas Lukman kepada Kontan.co.id, Jumat (2/5).

Dalam proyeksinya, Lukman memperkirakan harga gas alam akan berada pada kisaran US$ 3,1000-US$ 3,3000 per MMBtu dalam jangka pendek, dan US$ 2,5000-US$ 2,800 per MMBtu hingga akhir tahun. 

Harga batubara diperkirakan akan berada di kisaran US$ 95,00 per ton dalam jangka pendek dan US$ 85,00-US$ 90,00 per ton hingga akhir tahun.

“Perkiraan saya minyak mentah dunia WTI dan Brent akan berada di kisaran US$ 50,000-US$ 55,000 per barel hingga akhir tahun nanti,” tutup Lukman.

Senada, Wahyu juga memberikan proyeksi jangka pendek dan tahunan untuk ketiga komoditas energi tersebut. Ia memperkirakan harga gas alam akan bergerak di kisaran US$ 2,000-US$ 5,000 per MMBtu dalam jangka pendek dan US$ 1,000-US$ 6,000 per MMBtu hingga akhir tahun. 

Untuk batubara, proyeksinya berada di kisaran US$ 80,00-US$ 120,00 per ton dalam jangka pendek dan US$ 60,00-US$ 140,00 per ton hingga akhir tahun. 

“Untuk minyak mentah dunia, proyeksi saya akan berada di kisaran US$ 62,000-US$ 66,000 per barel dan US$ 40-US$ 70 per barel hingga akhir tahun 2025,” tutup Wahyu.

Sumber: https://investasi.kontan.co.id, 5 Mei 2025

Temukan Informasi Terkini

Laba Sepanjang 2024 Naik 46%, Ini Daftar Program Prioritas MIND ID Sepanjang 2025

baca selengkapnya

Selangkah Lagi UKM Dapat Jatah Tambang, Siapa yang Layak?

baca selengkapnya

PT Gag Nikel Masih Belum Beroperasi di Raja Ampat Meski Tidak Dicabut Izinnya

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top