Harga tembaga menguat di pasar global selepas Freeport-McMoRan Inc. merivisi target produksi tahun ini, buntut insiden maut di tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) yang dikelola anak usahanya PT Freeport Indonesia (PTFI).
Di London Metal Exchange (LME) siang hari ini, tembaga diperdagangkan di harga US$10.336/ton atau menguat 3,63% dari penutupan kemarin.
Adapun, tambang tembaga Grasberg menyumbang sekitar 3% dari produksi global. Kecelakaan di salah satu dari lima blok di GBC dua pekan lalu menambah rentetan gangguan operasi di sejumlah tambang terbesar dunia, termasuk di Amerika Selatan sampai Afrika Tengah.
“Skalanya sangat signifikan,” kata Helen Amos, analis BMO Capital Markets, dikutip Bloomberg, Kamis (25/9/2025).
“Ini terjadi saat pasokan tembaga sudah ketat. Semua faktor lain sama, kondisi ini membawa kita pada rezim harga baru yang lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.”
Saham Freeport-McMoRan (FCX) di New York Stock Exchange (NYSE) anjlok hampir 17% pada Rabu, waktu setempat, menandakan penurunan terbesar dalam lima tahun.
Bersamaan dengan permintaan yang meningkat, kondisi ini membuat bank-bank Wall Street seperti Goldman Sachs Group Inc. dan Citigroup Inc. memperkirakan harga tembaga bisa melonjak ke US$15.000/ton atau US$13.000/ton.
Gangguan pasokan bukan hal asing di pasar tembaga, dan biasanya sudah diperhitungkan analis dalam proyeksi mereka.
Ketika First Quantum Minerals Ltd. menutup tambang Cobre Panama pada akhir 2023 akibat protes dan perselisihan dengan pemerintah, pasokan global tembaga berkurang 1,5%. Namun tahun ini, pasar jauh lebih ketat.
“Pada akhir 2023, semua orang melihat pasar tembaga cukup berlimpah untuk memasuki 2024. Sekarang jelas kita sudah berada dalam kondisi defisit,” ujar Amos.
Dia memperkirakan pasar global tembaga rafinasi tahun ini akan mengalami defisit sekitar 300.000 ton.
“Bergantung pada berapa lama gangguan ini berlangsung, defisit bisa makin melebar,” kata Bart Melek, kepala strategi komoditas global TD Securities.
Dia menambahkan, stok tembaga akan harus ditarik turun untuk memenuhi permintaan.
Pulih 2027
Sebelumnya, Freeport-McMoRan memperkirakan pemulihan operasi tambang bawah tanah GBC baru bisa dicapai sepenuhnya pada 2027.
Menurut keterangan resmi emiten tambang berkode FCX di NYSE itu, insiden longsoran lumpur bijih atau wet muck membuat infrastruktur pendukung produksi di GBC rusak.
Konsekuensinya, PT Freeport Indonesia (PTFI) mesti menunda produksi dalam jangka pendek pada kuartal IV-2025 dan sepanjang 2026 dari areal tambang ini.
“Hingga perbaikan selesai dan restart bertahap dapat dilakukan. Tingkat operasi sebelum insiden berpotensi dicapai kembali pada 2027,” tulis Freeport-McMoRan Inc dalam keterangan resmi dikutip Rabu (24/9/2025).
Menurut laporan Freeport-McMoRan Inc, badan bijih GBC mewakili 50% dari cadangan terbukti dan terduga PTFI per 31 Desember 2024, serta sekitar 70% dari proyeksi produksi tembaga dan emas hingga 2029.
Insiden longsoran lumpur bijih yang terjadi di blok produksi PB1C itu turut merusak infrastruktur pendukung pada areal produksi lainnya.
“Informasi yang tersedia saat ini belum cukup untuk menyusun estimasi produksi baru,” tulis manajemen Freeport-McMoRan Inc.
Saat ini, PTFI memperkirakan tambang Big Gossan dan Deep MLZ yang tidak terdampak dapat kembali beroperasi pada pertengahan kuartal IV 2025, sementara pengembalian operasi bertahap tambang GBC dijadwalkan pada paruh pertama 2026.
Konsekuensinya, penjualan tembaga dan emas PTFI bakal terbatas pada kuartal IV-2025, jauh di bawah estimasi sebelumnya yaitu 445 juta pon tembaga dan 345.000 ounces emas.
Sementara itu, pembukaan kembali kegiatan operasi GBC dimulai di tiga blok produksi di antaranya PB2 pada paruh pertama 2026, disusul PB3 dan PB1S pada paruh kedua 2026 dan PB1C menyusul pada 2027.
“Dalam skenario ini, produksi PTFI di 2026 berpotensi sekitar 35% lebih rendah dibandingkan estimasi sebelumnya (1,7 miliar pon tembaga dan 1,6 juta ounces emas,” tulis manajemen Freeport McMoRan. (naw/wdh)