Komoditas logam mengalami tahun yang luar biasa seiring dengan lonjakan harga emas dan perak baru-baru ini, namun ada logam ketiga yang juga ikut mencetak rekor tertinggi. Harga tembaga terpantau telah meningkat lebih dari 35% di sepanjang tahun 2025.
Tembaga diyakini siap untuk mencatatkan kenaikan tahunan terbesar sejak 2009, didorong oleh meningkatnya permintaan teknologi, keterbatasan pasokan, dan ketidakpastian tarif. Harga tembaga global secara resmi melampaui USD12.000 per ton di London Metal Exchange pada awal pekan lalu untuk pertama kalinya dan trennya terus terus meningkat.
Karakteristik Tembaga
Setiap jenis logam bereaksi sedikit berbeda terhadap kondisi ekonomi, dan tidak terkecuali buat tembaga. Namun berbeda dengan emas dan perak, tembaga tidak begitu dipengaruhi langsung oleh sentimen investor atau ekspektasi ekonomi. Pergerakan harganya biasanya dapat dikaitkan dengan pertumbuhan fisik dan ekspansi.
Tembaga sering dianggap sebagai barometer ekonomi. Tembaga memainkan peran sentral dalam jaringan listrik, konstruksi, mesin industri, dan lainnya. Ketika ada permintaan untuk jenis barang atau jasa tersebut, ini biasanya merupakan pertanda baik bahwa ekonomi dalam kondisi sehat-membuat tembaga kerap dijuluki Dokter Tembaga.
Harga tembaga yang naik sering kali menandakan permintaan industri yang kuat dan pertumbuhan ekonomi yang cepat, sementara penurunan harga tembaga dapat mengindikasikan perlambatan ekonomi, menurut Goldman Sachs Research.
Tembaga adalah “penerima manfaat utama dari investasi dalam infrastruktur jaringan dan energi secara global, karena AI dan pertahanan meningkatkan kebutuhan akan jaringan energi yang kuat dan aman,” tulis analis Goldman Sachs Research, Eoin Dinsmore, dalam sebuah catatan seperti dilansir yahoofinance.
Di sisi lain emas dianggap lebih sebagai aset “safe-haven” dan sebagai lindung nilai terhadap inflasi. Sedangkan Perak berada di antara emas dan tembaga dan memiliki tujuan investasi maupun industri.
Namun tembaga sebagian besar bersifat industri. Itu biasanya tidak dibeli untuk disimpan seperti emas atau perak, tetapi dimaksudkan untuk digunakan, itulah sebabnya tembaga biasanya merupakan indikator terkuat dari ketiga logam tersebut bahwa ekonomi sedang bergerak ke arah yang benar.
Alasan Reli Harga Tembaga
Ada beberapa alasan utama mengapa harga tembaga mengalami lonjakan saat ini. Wilayah penghasil tembaga utama seperti Chile dan Indonesia menghadapi tantangan pasokan dan bencana lingkungan yang berkontribusi pada kekurangan tembaga global dan pasar yang lebih ketat.
“Setelah pertumbuhan pasokan tambang tahun ini yang diperkirakan cenderung datar, proyeksi pertumbuhan pasokan tambang untuk 2026 telah turun hanya sekitar +1,4%, atau sekitar 500 kmt lebih rendah dari perkiraan kami di awal tahun,” kata Gregory Shearer, kepala strategi logam dasar dan logam mulia di JPMorgan, dalam sebuah pernyataan.
Penurunan pasokan bukan satu-satunya faktor yang mendorong kenaikan harga. Pada bulan Juli, pemerintahan Trump memberlakukan tarif pada beberapa kategori impor tembaga, yang menambah tekanan pada pasar.
Pada saat yang sama, investasi besar-besaran di sektor AI secara signifikan meningkatkan permintaan karena ketergantungannya pada tembaga untuk pusat data. Salah satu sumber memperkirakan bahwa pusat data AI berskala besar dapat menggunakan hingga 50.000 ton tembaga per fasilitas.
Proyeksi Komoditas Tembaga?
Sejauh ke mana harga tembaga akan bergerak, JPMorgan Global Research memperkirakan harga tembaga akan mencapai USD12.500 per ton pada kuartal kedua 2026, dengan rata-rata sekitar USD12.075 per ton untuk sepanjang tahun.
Meskipun para peneliti optimistis bahwa harga tembaga akan terus naik, para ahli mengatakan bahwa implikasi jangka panjang dari lonjakan harga baru-baru ini masih belum pasti.
“Persimpangan tarif dan harga tembaga pada Juli 2025 menyoroti dinamika kompleks perdagangan global dan pasar komoditas,” kata David Koch, CFP dan direktur manajemen portofolio di Halbert Hargrove.
“Sementara efek langsungnya adalah kenaikan tajam harga tembaga, konsekuensi jangka panjang akan bergantung pada bagaimana pasar, pemerintah, dan industri beradaptasi dengan lingkungan perdagangan belum lama ini.” (akr)
