Hilirisasi Pertambangan yang Berkeadilan Dorong Pemerataan Pertumbuhan Ekonomi

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menekankan pentingnya pelaksanaan hilirisasi sektor pertambangan mineral dan batu bara (Minerba) yang berkeadilan, terutama bagi masyarakat dan pelaku usaha di daerah penghasil tambang.

Ia menargetkan sebanyak 300.000 tenaga kerja di berbagai daerah siap diserap melalui 18 proyek hilirisasi yang akan dibangun pemerintah.

Proyek hilirisasi tersebut menelan investasi hingga US$ 38 miliar atau sekitar Rp 618 triliun. Seluruh proyek merupakan bagian dari program hilirisasi sumber daya alam, mulai dari nikel, tembaga, bauksit, batu bara, hingga komoditas pertanian.

“Sebanyak 18 – 20 proyek hilirisasi tersebut sudah dilakukan pra-kajian kelayakan atau pra-Feasibility Study (Pra-FS). Ke-18 proyek tersebut pun diserahkan kepada Badan Pengelola Investasi Danantara (Daya Anagata Nusantara) untuk dikaji lebih lanjut,” kata Bahlil saat membuka acara Minerba Convex 2025 yang digelar di Jakarta International Convention Center (JICC) Jakarta, Rabu (15/10/2025).

Bahlil menjelaskan meskipun hilirisasi sudah berjalan, keadilan dalam implementasinya perlu terus ditingkatkan.

Ia menyoroti ketimpangan antara lokasi aktivitas tambang dan pusat pengelolaan bisnis pertambangan. Menurutnya, banyak perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang beroperasi di daerah seperti Kalimantan, Sumatera, Maluku, hingga Papua, namun berkantor pusat di Jakarta.

Bahlil mengatakan mekanisme lama dalam pemberian IUP, yang mengharuskan proses tender dengan persyaratan ketat, menyulitkan pelaku usaha daerah untuk berpartisipasi. Hal ini membuat ruang retribusi bagi masyarakat lokal menjadi sangat terbatas.

“Atas arahan Bapak Presiden, beliau menyampaikan bahwa harus ada keadilan. Jangan dikelola hanya kelompok itu saja. Harus dilakukan retribusi,” katanya.

Bahlil mengapresiasi DPR atas revisi Undang-Undang Minerba yang telah memberikan terobosan kebijakan. Kini, prioritas pemberian IUP ditujukan kepada pelaku usaha lokal seperti UMKM, koperasi, dan BUMD di daerah penghasil tambang.

“Gubernur Kaltim mau UMKM-nya dari Kalimantan Timur, Kabupaten mana yang paling banyak tambangnya di sana? Kutai. Lokasi UMKM Kutai itu harus orang Kutai, kantornya di Kutai, KTP-nya di Kutai. Jangan orang Kutai yang mohon maaf, kantornya di Jakarta, sudah besar di Jakarta,” ujar.

Bahlil menegaskan tujuan utama kebijakan hilirisasi adalah menciptakan pemerataan ekonomi dan menjadikan masyarakat lokal sebagai pelaku utama di tanah mereka sendiri.

“Ini adalah cara kehadiran negara untuk mendorong program agar bisa melakukan pemerataan pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah. Ekonomi kita tidak boleh tumbuh di Jakarta, harus di daerah. Caranya apa? Hilirisasi,” kata Bahlil.

Dari 18 proyek yang diserahkan ke Danantara, proyek hilirisasi minerba menjadi yang terbesar dengan 8 proyek senilai US$ 20,1 miliar dan potensi menyerap 104.974 tenaga kerja.

Kemudian, proyek di sektor pertanian senilai US$ 444,3 juta dan potensi menyerap tenaga kerja sebanyak 23.950. Lalu, proyek hilirisasi kelautan dan perikanan senilai US$ 1,08 miliar dengan potensi menyerap tenaga kerja sebanyak 67.100.

Selanjutnya, proyek transisi energi senilai US$ 2,5 miliar dan potensi menyerap 29.652 tenaga kerja. Selanjutnya di sektor ketahanan energi senilai US$ 14,5 miliar dengan potensi penyerapan 50.960 tenaga kerja. (RA)

Sumber:

– 15/10/2025

Temukan Informasi Terkini

Berita Harian, Kamis, 16 Oktober 2025

baca selengkapnya

Kementerian ESDM Resmi Luncurkan Minerba One pada Minerba Convex 2025

baca selengkapnya

Antisipasi Gangguan Pasokan, Pengusaha Dorong DMO Emas Mengacu Harga Pasar

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top