
Bersamaan air hujan yang turun setiap sore di Jakarta, Harga Patokan Mineral (HPM) Nikel periode I November 2025 yang dirilis Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) juga turun menjadi US$15.075,33. Sebelumnya, periode II Oktober 2025 harganya US$15.142,00/dmt.
Penetapan harga tersebut mengacu pada Kepmen ESDM No. 348.K/MB.01/MEM.B/2025, yang merupakan turunan dari Kepmen ESDM No. 2946K/30/MEM/2017 tentang formula perhitungan HPM.
Berdasarkan data APNI, untuk bijih nikel kadar rendah (Ni < 1,7%), harga free on board (FOB) per wet metric ton (wmt) ditetapkan sebesar US$26,65 untuk kadar nikel 1,60% dengan kadar air (moisture content/MC) 35%. Sementara untuk bijih nikel kadar tinggi (Ni ≥ 1,7%), harga meningkat seiring kadar nikel:
- 1,70% Ni/30% MC: US$28,70 per wmt;
 - 1,80% Ni/30% MC: US$32,29 per wmt;
 - 1,90% Ni/30% MC: US$36,09 per wmt;
 - 2,00% Ni/30% MC: US$40,10 per wmt; dan
 - 2,10% Ni/30% MC: US$44,32 per wmt.
 
Sekretaris Umum APNI, Meidy Katrin Lengkey, menjelaskan bahwa penurunan harga ini dipengaruhi oleh dinamika pasar global dan fluktuasi permintaan nikel dari industri baterai dan baja nirkarat.
“APNI terus memantau perkembangan harga untuk memastikan keseimbangan antara kepentingan penambang dan industri pengolahan dalam negeri,” jelas Meidy, di Jakarta, Senin (3/11/2025).
HPM nikel ditetapkan setiap dua minggu oleh Kementerian ESDM sebagai acuan transaksi antara penambang dan pabrik pengolahan atau pemurnian (smelter). (Shiddiq)
