PT Indonesia Asahan Aluminium atau Inalum menargetkan ekspor alumina dari Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Mempawah mencapai sekitar 350.000 ton-400.000 ton tahun depan.
Rencana ekspor itu mengambil porsi sekitar 40% dari keseluruhan kapasitas produksi alumina SGAR Mempawah tahun depan sebesar 1 juta ton. Saat ini, SGAR Mempawah memasuki fase ramp up untuk mengejar kapasitas produksi penuh tersebut.
Direktur Keuangan Inalum Ken Permana mengatakan sebagian besar produksi alumina akan dikirim untuk smelter aluminium perseroan di Kuala Tanjung, Sumatra Utara.
“Kami memang fokusnya ke depan untuk memenuhi kebutuhan smelter aluminium kita baik yang eksisting maupun yang rencana pengembangan ke depan,” kata Ken saat dikonfirmasi, Jumat (5/9/2025).
Ken menuturkan permintaan alumina dari pasar ekspor saat ini relatif tinggi. Kendati demikian, dia menegaskan, perseroannya berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas smelter aluminium di dalam negeri.
Rencana investasi baru pada sisi smelter aluminium itu bakal ikut mendorong kebutuhan atau pasokan alumina perseroan mendatang.
“Kita mau bangun smelter aluminium baru, kapasitas 600.000 ton, jadi total sekitar 900.000 ton, maka akan butuh alumina 1,8 juta ton,” kata Ken.
Sekadar catatan, harga alumina telah terkoreksi lebih dari 40% secara year to date (ytd) ke level US$360-US$380 per ton dari posisi awal tahun yang sempat menyentuh US$670 per ton.
Kendati demikian, harga aluminium relatif stabil di rentang US$2.600-US$2.700 per ton, naik sekitar 10% dibandingkan dengan posisi harga tahun lalu. Adapun, harga aluminium di London Metal Exchange (LME) per Kamis (4/9/2025) ditawar di level US$2.619 per ton.
Di sisi lain, tambahan pasokan alumina dari sejumlah pabrik permurnian atau smelter di Indonesia diperkirakan menahan laju harga bahan baku aluminium itu sampai akhir 2025.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kalimantan Barat Arya Rizqi Darsono mengatakan tambahan pasokan dari Indonesia berpotensi menahan harga alumina di pasar global, terutama pasar Asia.
“Dengan tambahan pasokan dari Indonesia, ada indikasi harga akan terkoreksi tipis, terutama di pasar Asia,” kata Rizqi saat dihubungi, Kamis (4/9/2025).
Rizqi menambahkan harga spot free on board (FoB) alumina Indonesia di pasar Asia sempat menyentuh level US$370 per ton pertengahan Juli 2025. Belakangan, Rizqi mengatakan, harga alumina kembali melandai seiring dengan tambahan pasokan yang masuk ke pasar.
“Untuk kuartal IV-2025, proyeksi realistis harga berada di kisaran US$340-US$380 per ton, dengan potensi naik bila terjadi gangguan pasokan,” kata Rizqi.
Berdasarkan catatan Kadin, sejumlah pabrik pemurnian atau smelter alumina dijadwalkan mulai beroperasi komersial atau memasuki fase commercial operation date (COD) tahun ini, yang ikut menambah pasokan alumina ke pasar.
Secara keseluruhan, kapasitas produksi alumina Indonesia saat ini bergerak ke level 7 juta ton per tahun.
Beberapa smelter alumina yang telah beroperasi penuh di antaranya milik PT Well Harvest Winning Alumina Refinery dengan kapasitas total 2 juta ton.
Smelter alumina skala besar ini dikendalikan oleh kongsi China Hongqiao Group Co. Ltd. dengan kepemilikan saham 56%, PT Cita Mineral Investindo Tbk (CITA) 30%, Winning Investment (HK) Company Limited 9%, dan Shandong Weiqiao Aluminium & Electricity 5%.
Selain itu, smelter yang telah beroperasi skala penuh di antaranya milik PT Indonesia Chemical Alumina dengan kapasitas produksi chemical grade alumina (CGA) mencapai 300.000 ton.
Selanjutnya, smelter PT Bintan Alumina Indonesia, dikendalikan oleh perusahaan aluminium China Shandong Nanshan, turut beroperasi penuh dengan kapasitas 2 juta ton smelter grade alumina (SGA).
Belakangan, Bintan Alumina Indonesia menambah kapasitas produksi sebanyak 1 juta ton alumina, yang saat ini masuk tahap ramp up.
Adapun, smelter PT Borneo Alumindo Prima turut memasuki fase ramp up dengan kapasitas produksi 1 juta ton.
Borneo Alumindo Prima dikendalikan oleh raksasa pembuat logam dasar China, Hangzhou Jinjiang Group lewat afiliasinya HC-Asia Pacific Holdings Pte.Ltd. (porsi saham 80%) dan Top Celestial Holdings Pte. Ltd. (20%).
Sementara itu, smelter yang dioperasikan PT Borneo Alumina Indonesia, SGAR Mempawah turut memasuki fase ramp up dengan kapasitas produksi 1 juta ton per tahun.
Perusahaan ini dikendalikan oleh kongsi PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dengan kepemilikan saham 60% dan PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam 40%. (naw)