RI Mau Bikin Bursa Logam ala LME, Bakal Sulit Jadi Barometer

Kalangan ahli pertambangan menilai rencana Indonesia untuk membuat bursa logam sendiri —menyerupai konsep yang sudah ada di London Metal Exchange (LME) — belum tentu bisa menjadi penentu harga dunia.

Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan hal yang harus diperhatikan dalam pembentukan bursa logam versi Indonesia adalah keanggotaan dari bursa tersebut bersifat global atau hanya di tingkat nasional.

“Semua pemain mineral harus menjadi anggota. Kita bisa [berpatokan pada] benchmark seperti LME yang anggotanya dari seluruh pemain logam dunia,” ujar Rizal saat dihubungi, Kamis (1/8/2024).

Anggota LME terdiri dari produsen, pedagang, hingga pengguna yang merupakan pabrikan dan jasa secara global. Bila Indonesia tidak bisa menarik anggota bursa, kata Rizal, nantinya pasar yang dibentuk akan kurang efektif sebagai barometer harga.

Terlebih, Indonesia hanya memimpin di beberapa komoditas saja, seperti nikel yang menguasai lebih 50% kue pasar dunia.

Rizal tidak menampik  hal tersebut seharusnya memang bisa menjadi penentu harga dalam nikel. Namun, saat ini sudah ada Shanghai Metals Market (SMM) yang lebih berperan karena produk nikel Indonesia mayoritas diekspor ke China.

“Sama seperti bursa minyak kelapa sawit [crude palm oil/CPO] yang lebih ditentukan oleh bursa sawit di Malaysia,” ujarnya.

Rencana membuat bursa bursa logam sendiri pertama kali diungkapkan oleh Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI).

Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan rencana tersebut sudah dikoordinasikan dengan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Sejauh ini, kata Meidy, rencana tersebut mendapatkan respons yang positif dari kementerian/lembaga terkait. Dia pun berharap bursa ini bisa direalisasikan pada pemerintahan baru era Prabowo Subianto.

“Tinggal konsep sistemnya apa dahulu, kita masih hitung formulasinya. Kayak HPM [harga patokan mineral] lah, menyusun formulasi tidak gampang ya. Kita harus mikir market, demand, buyer, political issue. Kita juga butuh expert yang memang sudah paham dalam perhitungan metal exchange ini,” ujar Meidy saat ditemui di Jakarta Pusat, dikutip Selasa (30/7/2024). (dov/wdh)

 

Sumber : Bloombergtechnoz.com, 01 Agustus 2024

Temukan Informasi Terkini

Naik 4%, Pendapatan PTBA Sentuh Rp20,45 Triliun di Semester I 2025

baca selengkapnya

Ini Strategi PT Timah (TINS) Menjaga Bisnis Tumbuh Berkelanjutan

baca selengkapnya

Laba Bersih Semester I Anjlok 32%, Vale Kejar Kinerja Paruh Kedua

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top