PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL), pengelola tambang nikel Harita Nickel di Pulau Obi, Halmahera Selatan, mencatat kinerja keuangan positif sekaligus mendorong perputaran ekonomi masyarakat lokal.
Hingga September 2025, NCKL membukukan pendapatan sebesar Rp22,4 triliun. Jumlah itu meningkat 9,93% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu (year on year/YoY) yang mencapai Rp20,37 triliun.
Pendapatan emiten pertambangan ini berasal dari pengolahan nikel Rp17,17 triliun dan penambangan Rp5,23 triliun, dengan kontribusi utama dari pelanggan besar seperti Lygend Resources & Technology Co. Ltd. China senilai Rp10,8 triliun dan Glencore International AG Swiss Rp3,51 triliun.
Kenaikan pendapatan diikuti dengan pertumbuhan laba bersih sebesar 33,23% YoY menjadi Rp6,44 triliun. Laba per saham tercatat Rp102,26, sementara total aset NCKL mencapai Rp58,53 triliun dengan ekuitas Rp43,34 triliun.
Dari sisi operasional, NCKL berencana memacu kapasitas produksi dari entitas anak PT Gane Tambang Sentosa (GTS) yang telah mulai beroperasi. Stabilitas operasional dari anak usaha seperti PT Megah Surya Pertiwi (MSP) dan PT Halmahera Jaya Feronikel (HJF) juga akan menjadi faktor penopang produksi.
Kontribusi produksi juga diharapkan datang dari PT Obi Nickel Cobalt (ONC) yang telah mencapai kapasitas optimal, serta PT Karunia Permai Sentosa (KPS) yang sudah beroperasi secara bertahap sejak awal tahun ini.
NCKL lantas menargetkan produksi feronikel (FeNi) sebesar 60.000 ton pada 2025. Target itu didukung percepatan pembangunan proyek smelter Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) ketiga di Pulau Obi melalui KPS.
Direktur Utama Harita Nickel Roy Arman Arfandi mengatakan bahwa perseroan telah merampungkan pembangunan 4 dari 12 jalur produksi pada proyek RKEF. Keempat jalur itu telah beroperasi secara bertahap sejak Januari-Maret 2025.
Selain memacu pembangunan smelter, NCKL juga sedang mengembangkan proyek pengolahan kapur melalui pabrik PT Cipta Kemakmuran Mitra (CKM).
Pabrik tersebut akan mengolah batu kapur (limestone) menjadi quicklime untuk mendukung proses pengolahan nikel di fasilitas eksisting. Hingga kuartal I/2025, proyek senilai US$70 juta itu telah mencapai progres konstruksi sekitar 42%.
“Selama ini kami membeli quicklime dari pihak ketiga dengan harga tinggi. Dengan beroperasinya CKM, kami berharap dapat menurunkan biaya produksi,” kata Roy dalam paparan publik belum lama ini.
Harita Nickel juga tengah mempersiapkan pembukaan tambang ketiga melalui GTS. Perseroan sedikitnya telah menyelesaikan eksplorasi di area seluas 438 hektare dengan 1.800 titik pengeboran sampai dengan Maret 2025.
Di sisi sosial, keberadaan Harita Nickel dinilai memberikan dampak positif bagi masyarakat Pulau Obi. Program pemberdayaan UMKM, pertanian, dan perikanan berhasil menciptakan lapangan kerja dan pasar tetap bagi warga.
Hasil observasi Perkumpulan Telapak menemukan bahwa keberadaan Harita Nickel di Pulau Obi menjadi motor penggerak ekonomi masyarakat, dengan perputaran mencapai rata-rata Rp14,8 miliar per bulan.
UMKM Obi Jaya Mandiri, misalnya, mengelola Hopmart dan Nyala Cafe dengan omzet tahunan lebih dari Rp3 miliar. Program perempuan pengolah pala juga berkembang, memproduksi sirup, dan permen yang dipasarkan secara luas.
Sektor pertanian juga bertumbuh. Kelompok Tani Akemoriri di Desa Buton dan Akegula memasok lebih dari 27 ton sayur dan buah per tahun ke perusahaan, memberikan jaminan pasar serta meningkatkan pendapatan petani lokal.
“Kehadiran Harita Nickel membuktikan bahwa pertambangan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat bisa berjalan seiring,” tulis Tim Observasi Perkumpulan Telapak dalam laporannya.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca. Editor : Ibad Durrohman
