Kanada Mau ‘Intervensi’ Harga Nikel Lewat G-7, RI Bakal Terpukul?

ASOSIASI Penambang Nikel Indonesia (APNI) meyakini pangsa pasar atau market size nikel Indonesia, yang saat ini mencapai 53% di tingkat global, tidak akan terpengaruh ancaman batas harga terendah atau price cap yang akan diusulkan Kanada melalui sekutunya di G-7.

Kanada diketahui tengah mempertimbangkan ‘intervensi’ seperti penerapan price cap terhadap berbagai komoditas mineral penting, sebagai upaya Barat mengatasi dugaan manipulasi pasar dari China. Negeri Panda sendiri memiliki hubungan yang erat dengan RI sebagai negara tujuan ekspor nikel.

“Kan kita menguasai, tahun kemarin saja 2024, 53% dari total suplai nikel dunia. Total market size ya, seharusnya kan kita yang lebih punya suara untuk menentukan. Kalau kita berbicara [posisi nikel RI] kayak OPEC lah ya. Nah kita yang lebih punya suara dong untuk menentukan karena kita produsen terbesar dunia,” kata Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey saat dihubungi, Senin (20/1/2025). 

Soal wacana penerapan price cap, kata Meidy, Indonesia memiliki posisi tawar yang tinggi karena memiliki hubungan yang baik dengan China untuk mempertahankan mekanisme pasar dibandingkan dengan Kanada.

“Jadi posisi tawar Indonesia masih lebih kuat dibandingkan dengan posisi tawar dari Kanada. Jadi platform Asean dong yang kita pakai. Misalnya kita bisa manfaatkan platform Asean kita untuk kemitraan bilateral,” tutur Meidy.

“Jadi gimana sih kita konsolidasi posisi Indonesia sebagai pemasok utama nikel menolak intervensi harga yang akan ditetapkan oleh G-7.”

Mekanisme Pasar

Di sisi lain, wacana pembatasan harga mineral penting yang akan diusulkan Kanada sejatinya akan kembali pada mekanisme pasar yang berlaku di tingkat global. Toh, menurutnya, negara lain tidak akan menyetujui langkah tersebut.

“Posisi kita lebih kuat sebenarnya. Saya enggak yakin penentu harga dari LME [London Metal Exchange] itu mau menerima. Karena LME itu kan berdasarkan demand, berdasarkan market juga. Kalau market enggak terima gimana?” tutur dia.  

Sementara itu, pemerintah saat ini tengah menggenjot program hilirisasi khususnya pada komoditas andalan RI khususnya nikel, sehingga isu pembatasan harga diyakini tidak akan berpengaruh terhadap ekspor maupun impor komoditas tersebut. 

Perusahaan nikel Tanah Air nantinya akan memproduksi hingga produk paling hilir seperti kendaraan listrik atau electric vehicle (EV), baja nirkarat, hinga sendok.  

“Jadi enggak ada lagi midstream, enggak ada lagi produk setengah jadi. NPI [nickel pig iron] kek, MHP [mix hydroxide precipitate] kek,” tuturnya.

Berdasarkan laporan US Geological Survey (USGS) 2024, Indonesia memang menduduki posisi pertama penghasil nikel di dunia. Sementara itu, kanada menduduki posisi kelima.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendata total cadangan bijih nikel Indonesia mencapai 5,32 miliar ton dan cadangan logam nikel 56,11 juta ton per 2024, di mana Maluku Utara menjadi provinsi dengan jumlah cadangan yang paling banyak.

Cadangan bijih nikel mencapai 5,32 miliar ton ini terdiri dari 60% saprolit dan 40% limonit.

Diberitakan Bloomberg News, Kanada tengah mempertimbangkan upaya mendukung investasi melalui langkah-langkah seperti penerapan price cap terhadap komoditas mineral penting untuk mengatasi dugaan manipulasi pasar oleh China, sebagaimana ditudingkan Menteri Sumber Daya Alam Kanada Jonathan Wilkinson. 

China memiliki peran dominan sebagai produsen dan pemroses mineral logam yang ditemukan dalam segala hal mulai dari kendaraan listrik, baterai, panel surya, dan teknologi termasuk perangkat keras militer.

Dominasi tersebut membuat Amerika Serikat (AS) dan sekutu menjelajahi dunia untuk mencari sumber alternatif dan mempertimbangkan langkah-langkah perdagangan dan kebijakan untuk mengurangi ketergantungan pada China.

Wilkinson mengatakan dia ingin bekerja sama dengan negara-negara G-7 lainnya untuk menjadikan inisiatif dukungan harga sebagai “inti” diskusi saat Kanada menjadi tuan rumah KTT G-7 pada Juni.

Wacana ini dapat diperluas ke negara-negara lain seperti Australia, katanya, seraya menambahkan bahwa dumping nikel telah menyebabkan “masalah besar bagi teman-teman Australia kita.” (mfd/wdh)

Sumber: bloombergtechnoz.com, 20 Januari 2025

Temukan Informasi Terkini

Laba Bersih Anjlok 32%, Kinerja Vale Tertekan Harga Nikel

baca selengkapnya

Laba Sepanjang 2024 Naik 46%, Ini Daftar Program Prioritas MIND ID Sepanjang 2025

baca selengkapnya

Selangkah Lagi UKM Dapat Jatah Tambang, Siapa yang Layak?

baca selengkapnya

Bersama, Kita Majukan Industri Pertambangan!

Jadilah anggota IMA dan nikmati berbagai manfaat, mulai dari seminar, diskusi strategis, hingga kolaborasi industri.

Scroll to Top